Mataram – Sekitar 200 personel diterjunkan untuk menertibkan perladangan liar di Hutan Pesugulan, kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Penindakan itu berlangsung Selasa, 17 September 2019 dan meminta warga berladang segera keluar dari kawasan yang masuk radius Desa Bebidas Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur itu.
Operasi penertiban berlangsung hingga Rabu, 18 September 2019, melibatkan 200 personel dari Balai PPHLHK Jawa Bali Nusa Tenggara, Pemprov NTB, TNI, Polri, Pol PP Lombok Timur, Balai KSDA NTB dan KPH Rinjani Timur.
Sebelum penindakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Bupati Lombok Timur H. Sukiman Azmy, ditindaklanjuti dengan pemasangan spanduk pengumuman larangan aktivitas di kawasan Hutan Pesugulan.
Langkah itu dianggap masih persuasif, sebelum ke penindakan, diawali dengan peringatan peringatan.
Dalam operasi itu, kami sekali lagi menghimbau kepada seluruh masyarakat yang masih menempati daerah tersebut untuk segera meninggalkan lokasi secara sukarela dalam waktu 1 x 24 Jam sejak diinformasikan dan tidak kembali selama – lamanya,” tegas Kepala TNGR Sudiyono kepada Suara NTB, Selasa, 17 September 2019.
Menurut Sudiyono, tindakan tegas itu dilakukan karena kawasan itu masuk hutan lindung berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor SK.312, bahwa kawasan hutan Pesugulan bukan hutan adat sebagaimana klaim masyarakat.
Luasan areal terbuka yang disebut Penggunaan Kawasan Tanpa Izin (KTI) itu, bertambah menjadi sekitar111 hektar dari sekitar 105 hektar. Bahkan di lokasi masih ditemukan 130 gubuk semi permanen milik penggarap.
Penertiban itu dilakukan demi menyelamatkan kepentingan lebih banyak, terutama untuk lingkungan hidup. Saat operasi, timnya menemukan kondisi yang miris. Kawasan yang dulunya penuh dengan tegakan pohon, sejuk dan rindang, telah berubah tandus akibat kegiatan Pemanfaatan Kawasan Tanpa Izin (PKTI).
’Pohon-pohon ditebang dan digantikan dengan gubuk-gubuk kerja semi permanen, tanaman hortikultura seperti cabai, tomat, jagung, dan lain-lain. Tidak ada lagi udara segar dan menyejukkan. Yang tinggal hanyalah tanah dan debu yang beterbangan. Udara panas dan matahari yang menyengat,’’ tutur Sudiyono.
Ia ingin memberi edukasi kepada masyarakat, bahwa hutan konservasi adalah benteng terakhir untuk mendapatkan udara segar dan air bersih serta terlindung dari bencana erosi, tanah longsor dan banjir.
Operasi simpatik itu jadi upaya revitalisasi fungsi kawasan hutan Pesugulan TNGR. Tujuannya, untuk pemusnahan tanaman dan pembongkaran gubuk serta pemasangan spanduk larangan melakukan pemanfaatan kawasan tanpa izin.
Sebelumnya, masyarakat telah diberikan kesempatan untuk keluar dari kawasan TN Gunung Rinjani wilayah Pesugulan dengan membongkar sendiri gubuk mereka. (PN)
Tidak ada komentar