Akui Tarik Pungli Tahanan, Kompol TM Dihukum Ringan



Mataram – Terdakwa pungli tahanan Rutan Polda NTB Kompol TM menyampaikan nota pembelaannya, Selasa, 17 September 2019. Mantan Kasubdit Pengamanan Tahanan Dittahti Polda NTB mengakui perbuatannya. Dengan tujuan minta imbalan hukuman ringan.
TM membuka pledoi dengan peristiwa yang membuat dia ingin segera pindah dinas ketika mulai awal menjabat dulu. Pledoi dibacakan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram dengan ketua majelis Sri Sulastri serta hakim anggota, Abadi dan Fathurrauzi.
“Saya melihat ada anggota yang tidak disiplin. Saya koordinasi dengan BNN dan ternyata ada tiga anggota yang positif narkoba. Anggota tersebut sudah dipindahkan ke Polres Bima,” ujarnya.
TM juga mengaku ingin menertibkan anggotanya yang didapatinya minum minuman keras bersama tahanan. Temuannya itu dilaporkan kepada Direktur Tahti, AKBP Rifa’i. “Saya melihat anggota piket bersama tahanan menyapu bong atau alat hisap narkoba,” bebernya.
Hal-hal tersebut, imbuh dia, membuatnya ingin pindah. Tiga kali permintaannya disampaikan. Tiga kali pula ditolak. Maksudnya, dia pindah karena pada suatu waktu tidak terkesan tidak bisa bekerja dengan baik. Padahal kondisinya sudah memang demikian.
Sampai kemudian ada tahanan, WNA Perancis Dorfin Felix pada Januari 2019 kabur dari sel. Hal itu membuatnya diperiksa tim Mabes Polri dengan tuduhan menerima sogokan Rp10 miliar.
“Saya diancam dipecat karena tidak menjawab tempat menyimpan uang Rp10 miliar, sama siapa saja dibagikan,” ungkap TM. Menurutnya, tuduhan itu tidak benar.
Sama juga dengan dugaan dirinya membantu Dorfin kabur. Dalam sidang sebelumnya, kursi yang dipakai dorfin memanjat terali diambil dari ruang kerja TM. Dia membantah hal itu.
“Mengenai siapa yang menyerahkan Dorfin kursi itu sekiranya bisa dilihat di CCTV yang ada di ruang tahanan Polda NTB. Kursi di ruangan Dorfin adalah bukan kursi dari ruangan saya,” paparnya.
Penasihat hukumnya, Eddy Kurniady menambahkan kliennya mengakui dan membenarkan kebijakan memberi fasilitasi HP kepada para tahanan. “Imbalannya uang bervariasi antara Rp100 ribu dan Rp500 ribu berdasarkan fakta keterangan enam saksi,” ujarnya.
Selain itu, terdakwa juga mengaku telah memfasilitasi tahanan Dorfin untuk menjembatani kiriman uang sebesar Rp15,5 juta. Uang itu dipakai untuk menambah fasilitas Dorfin berupa televisi, ponsel pintar, dan alas tidur, sisanya Rp7,6 juta dipakai untuk uang jajan Dorfin.
“Kebijakan memberi izin tahanan menggunakan HP didasari rasa kemanusiaan dan terdakwa mengakui menerima imbalan dari. Pemasangan TV di lorong tahanan atas izin Dirtahti,” terang Eddy.
Atas alasan-alasan itu, Eddy menyebut TM minta hukuman yang seringan-ringannya. Sidang kemudian ditunda sampai Selasa pekan depan dengan agenda pembacaan putusan.
Sebelumnya, TM dituntut jaksa penuntut umum agar dihukum penjara selama tiga tahun dan denda Rp50 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa menilai terdakwa TM terbukti bersalah melanggar pasal 12 e juncto pasal 12A ayat 1 dan 2 UU RI No 20/2001 tentang perubahan atas UU RI No 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Menurut jaksa, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi pemerasan dalam jabatan. Uang yang diterima terdakwa dari para tahanan sebesar Rp4,35 juta. Rinciannya, dari Ansari Rp500 ribu, Firman Ramdani Rp250 ribu; Sulfikri Rp250 ribu; Icin Rp100 ribu;
Kemudian dari tahanan kabur WNA asal Perancis, Dorfin Felix Rp2,5 juta. Uang itu sebagai upah untuk TM karena sudah membantu membelikan Dorfin ponsel pintar, televisi, dan alas tidur. Lalu, dari Saifudin alias Abu Rp750 ribu yang merupakan janji tidak sempat diserahkan. Kemudian terungkap pula bahwa ada ongkos sebesar Rp150 ribu bagi tahanan yang akan menggunakan bilik asmara. (PN)




Tidak ada komentar