Umat Islam di Indonesia sekarang ini memiliki permasalahan yang sangat kompleks, bahkan diserang dengan berbagai isu. Mulai dari masalah sosial, politik, bahkan yang paling besar adalah radikalisme. Tentunya hal-hal ini kontraproduktif dalam upaya untuk menciptakan masyarakat yang kontruktif, positif, dan Islami.
Menyikapi persoalan ini, ulama, masyarakat, dan pemerintah tidak boleh berhenti membangun kesadaran bahwa umat Islam tidak seperti yang distigmakan seperti hari ini.
Melihat kondisi tersebut, Brigade Masjid BKPRMI Kabupaten Bima menggelar kegiatan dengan ingin mencoba menyatukan persepsi dan suara umat Islam, dengan menghadirkan 3 tokoh Islam Bima sebagai narasumber, guna menjelaskan konsep “Membangun Masyarakat Islam Dalam Bingkai NKRI”, di Sekretariat Brigade Masjid BKPRMI, Lingkungan Salama Kelurahan Nae Kota Bima, Jumat (27/3).
Tujuannya, memberikan pemahaman ajaran Islam yang benar dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, serta menguatkan kembali peranan ormas Islam dalam menghadirkan kembali posisi dan peran umat Islam yang kuat dan signifikan
Tokoh umat Islam Bima Ust Abdul Halim yang menjadi pembicara kegiatan itu mengatakan, beberapa permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam hari ini yakni masih kurang di tarbiyah, dididik, dipahamkan agar mereka memahami bagaimana konsep Islam yang kaffah. Sehingga bisa menjadi Islam yang rahmatan lil alamiin.
Konsep inipun mengandung makna yang luas dan tentunya konsep mentarbiyah ini juga tidak mudah. Maka menjadi tantangan karena generasi kita hari ini adalah generasi yang pola pikirnya dunia dan kesenangan.
“Maka dibutuhkan jiwa besar, kerja keras dan persatuan di antara umat Islam untuk bisa merangkul, membina dan mendidik generasi. Sehingga lahir generasi-generasi pejuang,” katanya.
Menurut Halim, generasi saat ini tidak tegas dalam mengambil sikap, tidak memiliki mental-mental pejuang. Sehingga mudah sekali digiring dengan pernyataan-pernyataan yang menyudutkan umat Islam sendiri seperti anti pancasila, intoleran.
“Padahal umat Islam adalah orang yang paling toleransi, karena fakta sudah banyak membuktikan,” ungkapnya.
Maka solusi yang bisa diambil sambugnya adalah Islam yang kaffah, dan menghilangkan titik-titik perbedaan antara umat. Jangan justru perbedaan yang dipertajam. Sebab, masih banyak persamaan umat di dalam berjuang yang menjadi potensi untuk bisa menyatu, sehingga terlahirlah satu kesatuan dalam meraih impian bersama dalam berjuang tentunya dengan kerja sama dan sama-sama bekerja.
Menurut pemikiran Ustadz Abdul Hakim Bin Seff yang juga menjadi narasumber, peranan umat Islam dan tokoh–tokoh Islam sangat sentral dalam terbentuknya negara Indonesia. Sejarah mencatat Indonesia merdeka itu sumbangsih terbesarnya adalah datang dari umat Islam.
“Ketika tokoh-tokoh Islam seperti Isa Anshari, KH Wahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakar, Ki Bagus Hadikusumo, M Natsir mereka mengkonsep dan mendesain serta menciptakan cikal bakal Pancasila,” terangnya.
Maka tentunya ini peran ulama itu sangat penting, bahkan bukan saja ulama tetapi juga pemimpin. Ulama dan pemimpin harus memiliki kesadaran untuk bisa kembali memposisikan diri sesuai dengan fungsi dan maqomnya. Harus ditampilkan kembali tentunya ulama dan pemimpin yang benar-benar lurus. Karena ulama dan pemimpin ini adalah sebagai penentu.
Di zaman kekhalifahan katanya, peran ulama itu sangat penting sekali. Bahkan pemimpin pada saat itu sangat menghormati para ulama. Merekapun datang menghadap para ulama dengan takzim dan rasa hormat, bahkan tidak jarang pemimpin saat itu sampai menangis ketika di nasihati oleh para ulama.
“Tetapi keadaan ini sangat kontras sekali dengan keadaan kita hari ini,” sesalnya.
Sementara itu, Ketua MUI Kabupaten Bima TGH Abdurrahim Haris berpendapat, peran organisasi Islam begitu besar dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Maka Hendaknya selalu dijaga dan dipelihara. Kemudiam diupayakan sinergitas antara berbagai ormas Islam sebagai upaya mewujudkan kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan yang adil dan makmur, sejahtera dan islami sekaligus menjadi keutuhan negara kesatuan Republik indonesia.
Langkah-langkah untuk mewujudkan kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang adil dan makmur, sejahtera dan Islami dimulai dengan menanamkan kesadaran kepada umat. Bahwa Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin, yang menjunjung tinggi nilai kasih sayang.
“Kasih sayang ini tujuannya tidak lain adalah untuk menciptakan kehidupan yang harmonis di antara manusia termasuk di indonesia. Karena pada realitanya, saat ini banyak isu-isu negatif yang seolah memojokkan Islam seperti teroris, intoleransi, serta konflik antara aliran yang berbeda faham,” tuturnya.
Padahal Abdurrahim Haris, Islam ada di garda paling depan dalam persatuan bangsa Indonesia. Bahkan para pejuang NKRI adalah mayoritas beraga Islam. Oleh sebab itu, hilangkan image bahwa Islam itu teroris dan radikal.
Melihat kondisi dan keadaan tersebut sambugnya, ke depan peran dari semua komponen sangat di perlukan, baik itu para ulama untuk bisa terus mengedukasi, membimbing umat agar bisa memahami ajaran Islam yang benar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Kemudian kepada para umaro (pemimpin) harus bisa tetap bersinergi dengan umat Islam dan para ulama. Karena fakta sejarah mencatat bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari umat Islam.
Ia menambahkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia akan bisa kuat apabila seluruh komponen yang ada di dalamnya bisa bersatu. Bisa memahami dan melaksanakan peran masing-masing, dan tentunya umat Islam sebagai mayoritas memiliki peran yang terdepan dalam mengawal dan menjaga NKRI, demi menghadirkan kembali posisi dan peran umat islam yang kuat dan signifikan dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan secara konstitusional untuk membawa kemajuan bagi Islam dan Indonesia. [kn]
Tidak ada komentar