JAKARTA, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), melalui surat edarannya, mengingatkan para pekerja tentang ketentuan tentang mogok kerja, termasuk sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelanggarannya sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “Ada masalah secara legalitas, kita tidak kenal itu (mogok nasional). Kalau kalian (pekerja) lakukan itu ada konsekuensinya karena itu bukan mogok yang diatur undang-undang. Apalagi ada risiko kesehatan, kalau sampai kenapa-kenapa repot juga,” kata Ketua Umum Apindo Hariyadi, Rabu (30/9/2020), menanggapi rencana aksi buruh yang siap melakukan mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Cipta Kerja, selama tiga hari berturut-turut, 6-8 Oktober 2020, pada saat sidang paripurna DPR yang membahas RUU Cipta Kerja selesai. Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang mogok kerja yang diartikan sebagai “tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan” (pasal 1 butir 23). Selanjutnya dalam pasal 137 disebutkan bahwa mogok kerja sebagai hak dasar pekerja yang dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat dari gagalnya perundingan. Sebagai salah satu pelaksanaan dari UU no. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, telah diterbitkan Kepmenakertrans No. 232/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah. Pasal 3 Keputusan tersebut menegaskan pula bahwa, mogok kerja yang dilakukan bukan akibat gagalnya perundingan, maka mogok kerja tersebut tidak sah. Dalam pasal 4 disebutkan bahwa “Gagalnya perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan walaupun serikat pekerja telah meminta secara tertulis kepada pengusaha dua kali dalam tenggang waktu 14 hari kerja atau perundingan-perundingan yang dilakukan mengalami jalan buntu yang dinyatakan oleh para pihak dalam risalah perundingan”.
Hariyadi menambahkan, berkaitan dengan Upaya Penanggulangan dan Penanganan Pandemi Covid-19 yang sejalan dengan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Pemerintah Daerah DKI telah menerbitkan Pergub No.88 Tahun 2020. Pergub tersebut mengatur dalam pasal 14 Ayat (1) huruf a dan b bahwa demi kesehatan bersama, masyarakat umum ataupun karyawan tidak boleh melakukan kegiatan berkumpul di suatu tempat. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku tentang Penanggulangan dan Penanganan Covid-19.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, pembahasan Omnibus Law sudah melalui berbagai tahap termasuk konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan. “Sebaiknya kita serahkan kepada Pemerintah dan DPR untuk bisa menetapkan Undang-Undang Ciptaker yang terbaik untuk Indonesia,” ungkapnya. Terkait aksi mogok nasional, pengusaha pun dikatakannya sangat menyayangkan adanya upaya tersebut terutama dalam kondisi Covid seperti ini. “Jadi, kami mengimbau kepada perusahaan untuk menyosialisasikan kepada pekerjanya agar tetap bekerja mengikuti peraturan protokol Covid-19 yang berlaku,” imbau Shinta. Kondisi pandemi saat ini memang sedang membuat banyak pihak kesulitan. Jika buruh turun ke jalan atau berhenti bekerja, maka ada aktivitas produksi yang tidak jalan dan ini makin merugikan semua pihak. Sementara itu, Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum, dan Keamanan Kemko Perekonomian Elen Setiadi menyampaikan, pihaknya tak bisa melarang serikat buruh untuk menggelar aksi menolak Omnibus Law Cipta Kerja, sebab menyatakan pendapat memang dijamin oleh undang-undang. Namun, dia menolak berkomentar jauh saat ditanya soal rencana para buruh menggelar aksi mogok kerja. “Kalau demo, kan tidak dilarang. Menyampaikan pendapat kan dijamin undang-undang,” kata Elen.
Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "Apindo: Demo Mogok Nasional Ilegal dan Melanggar Protokol Kesehatan"
Read more at: http://brt.st/6OWQ
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, pembahasan Omnibus Law sudah melalui berbagai tahap termasuk konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan. “Sebaiknya kita serahkan kepada Pemerintah dan DPR untuk bisa menetapkan Undang-Undang Ciptaker yang terbaik untuk Indonesia,” ungkapnya. Terkait aksi mogok nasional, pengusaha pun dikatakannya sangat menyayangkan adanya upaya tersebut terutama dalam kondisi Covid seperti ini. “Jadi, kami mengimbau kepada perusahaan untuk menyosialisasikan kepada pekerjanya agar tetap bekerja mengikuti peraturan protokol Covid-19 yang berlaku,” imbau Shinta. Kondisi pandemi saat ini memang sedang membuat banyak pihak kesulitan. Jika buruh turun ke jalan atau berhenti bekerja, maka ada aktivitas produksi yang tidak jalan dan ini makin merugikan semua pihak. Sementara itu, Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum, dan Keamanan Kemko Perekonomian Elen Setiadi menyampaikan, pihaknya tak bisa melarang serikat buruh untuk menggelar aksi menolak Omnibus Law Cipta Kerja, sebab menyatakan pendapat memang dijamin oleh undang-undang. Namun, dia menolak berkomentar jauh saat ditanya soal rencana para buruh menggelar aksi mogok kerja. “Kalau demo, kan tidak dilarang. Menyampaikan pendapat kan dijamin undang-undang,” kata Elen.
Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "Apindo: Demo Mogok Nasional Ilegal dan Melanggar Protokol Kesehatan"
Read more at: http://brt.st/6OWQ
Tidak ada komentar