Mataram, 26 September 2020 - Sangkep tokoh adat merupakan satu dari empat sangkep yang akan dilakukan dalam rangkaian kegiatan Festival Rinjani. Tujuan dari sangkep yang pertama ini adalah untuk menggali bagaimana pandangan para tokoh adat terhadap Rinjani, bagaimana nilai adat mengelola dan merawat Rinjani.
Selama ini yang menjaga dan merawat rinjani adalah masyarakat adat, tetapi yang mengelola dan mengolahnya tidak hanya masyarakat adat sehingga Rinjani menjadi semakin rusak.
Bagi sebagian kelompok Rinjani tidak lebih dari sekedar obyek wisata yang dapat menghasilkan uang, bagi orang kota Rinjani munkgin sekedar tempat untuk mendaki dan rekreasi, anak muda yang diharapkan dapat meneruskan menjaga Rinjani malah menjauh tergerus oleh arus pariwisata dan budaya modern, sehingga kita hari ini kita lihat di atas Rinjani banyak ditemukan sampah, pohon - pohon ditebang, debit air banyak berkurang.
Tema kegiatan Festival Rinjani kali ini adalah "Mengeja Rinjani" karena kerusakan yang terjadi di Rinjani bisa jadi bukan hanya disebabkan oleh masyarakat modern yang tidak mengerti dan tidak peduli pada Rinjani melainkan masyarakat adat yang telah lupa bagaimana memaknai dan memperlakukan Rinjani.
Nilai - nilai yang tergali pada sangkep adat ini nantinya akan memaknai seluruh rangkaian kegiatan Festival Rinjani, menjadi sumber acuan nilai yang akan disampaikan kepada sangkep - sangkep berikutnya, dengan harapan agar para pengampu kebijakan / pemerintah dapat memahaminya dan menjadikannya salah satu landasan dalam membuat berbagai keputusan.
Beberapa point yang tergali dari masyarakat adat :
Bagi masyarakat adat Rinjani merupakan salah satu bentuk sumber kehidupan dan penghidupan, menjaganya adalah sebuah keniscayaan, karena itu masyarakat adat perlu membentuk pranata adat agar ritual - ritual untuk menjaga Rinjani kembali dapat dilakukan secara sempurna, nilai - nilai dan pengetahuan yang ada pada masyarakat adat ini juga perlu diajarkan kepada generasi muda untuk agar nilai dan pengetahuan tersebut lestari. Diantara nilai dan ritual adat untuk menjaga Rinjani adalah adanya sembek (yaitu pemberian tanda, yang biasanya di dahi, atas ijin untuk melakukan sesuatu), sebelum masuk hutan seseorang harus di-sembek, sebelum menebang pohon harus di-sembek, seorang bayi saat diberikan nama juga melalui sembek, dan banyak hal lainnya dilakukan dengan sembek, tetapi hari ini kita lihat sembek sudah kalah dengan stempel, masuk rinjani tebang kayu, bahkan pemberian nama cukup dengan hanya menggunakan stempel. Selain melalui ritual - ritual adat kerukunan dalam bermasyarakat juga perlu dijaga, karena kerusakan Rinjani merupakan akibat / korban dari adanya berbagai kepentingan. Ada yang memutus mata rantai kita sehingga sepertinya Rinjani hanya milik orang Bayan saja, mata rantai yang terputus itu adalah pewarisannya, bagaimana anak cucu kita merasa memiliki Rinjani ini. Bencana yang baru saja terjadi merupakan teguran dari Tuhan sehingga pranata adat harus segera melakuan ritual.
Rinjani merupakan sebuah simbol yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa di pulau Lombok. Sebagaimana simbol di tempat lain digunakan untuk menerima petunjuk, maka di Rinjani juga digunakan untuk sebagai tempat untuk mencari petunjuk, jauh sebelum islam datang ke tanah sasak, masyarakat sasak sudah tampak islami. Lahir, hidup, dan mati merupakan daur hidup semua makhluk, daur hidup ini dibahas oleh para orang tua kita sejak dahulu.
Rinjani merupakan giri suci atau kemalik lombok, kemalik artinya tidak boleh melakukan suatu larangan / hal yang dilarang. Kami dulu naik Rinjani hanya untuk bertapa, berobat, dan membersihkan gegamang-nya (gegamang = senjata), dan ini telah terjadi sejak rin (rin = sejak dahulu kala). Oleh karenanya perlu ditegakkan kembali awig - awig adat, barang siapa yang melanggar awig - awig harus diberikan sanksi, siap saja yang melanggar kemalik / tidak menghormati kemalik harus mendapat sanksi. Namun hari ini awig - awig masyarakat adat tidak bisa ditegakkan karena tergilas oleh undang - undang investasi, jadi perlu dilakukan pendekatan secara politik dalam rangka melakukan penolakan undang - undang investasi tersebut.
Rinjani merupakan sumber inspirasi, sumber penghidupan, dan pranata sosial. Tetapi hari ini kita lihat tidak seorangpun mengerti Rinjani, kita lihat semua bupati yang berbicara tentang Rinjani pasti jatuh, perjuangan terhadap Rinjani hanya sebatas wacana dan sifatnya masih parsial, tidak ada yang benar - benar berjuang secara total, masih kalah saat dihadapkan dengan uang. Selain itu perjuangan atas Rinjani juga tidak stagnan, apa yang kita bicarakan hari ini sudah sering kita lakukan, temanya masih sama sejak perekat umbara digagas tahun 1998 yang isinya tentang kekecewaan kita tentang keadaan Rinjani
)* Penulis adalah Supporter dari event Festival Rinjani Lombok
Tidak ada komentar