Menanggapi rencana pemerintah merevisi UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua, yakni Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan kedua Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, Dewan Adat di Kabupaten Nabire menilai perlu ada pengkajian mengapa sebagian orang Papua menilai otsus tidak berhasil.
Dewan adat wilayah Nabire minta adanya perubahan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan. Juga sangat diperlukan adanya lembaga negara yang bertugas mengawasi dan menjerat oknum-oknum yang telah menyalahgunakan dana otsus.
“Pasal tentang keuangan otsus perlu diperhatikan, sehingga perlu direvisi,” kata Ketua Dewan Adat Daerah Wilayah Nabire, Herman Sayori, kepada Jubi, Sabtu (19/6/2021).
Sayori menilai dana otsus yang mencapai triliun rupiah yang dikuncurkan selama 20 tahun ini belum memberikan hasil maksimal. Orang Papua masih terbelakang dan banyak pembangunan infrastruktur yang belum maksimal. Misalnya, di jalan kampung-kampung belum seluruhnya di aspal.
Padahal, katanya, dana otsus diturunkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, tetapi disalahgunakan dan hanya dinikmati oleh oknum-oknum tertentu.
“Jadi Pemerintah Pusat harus menelusuri dana yang besar ini dikemanakan saja. Maka perlu dana otsus diaudit, terutama pengguna anggaran. Baik gubernur, bupati, kepala distrik, hingga kepala kampung untuk mempertanggungjawabkannya,” ungkapnya.
Herman mengaku mendukung kelanjutan otsus di Bumi Cenderwasih. Hanya saja, perlu pertanggungjawaban dana yang telah digunakan sebelumnya.
Ia juga mempertanyakan apakah benar dana otsus digunakan untuk mendukung perjuangan TPN/OPM, seperti yang selama ini diberitakan. Jika benar, menurut dia, perlu ditelusuri kebenarannya. Jangan hanya diberitakan tanpa ada penjelasan atau tindakan hukumnya.
“Jadi pemerintah, sekali lagi harus tegas. Selidiki kemana aliran dana otsus. Harus ada pertanggungjawaban penggunaannya selama 20 tahun ini,” ungkap Hermas Sayori.
Sementara itu, Kepala Suku Besar Wate, Kabupaten Nabire, Alex Raiki, mengatakan perlu ada pasal dalam UU Otsus Papua yang mengatur tentang tim penegakan hukum bagi oknum penyalahgunaan anggaran dan otsus.
Sebab kurun waktu 20 tahun otsus bergulir, belum ada penegakan hukum terhadap oknum atau pejabat yang diduga menyalahgunakan dana tersebut.
Raiki menyatakan keheranannya, apakah selama ini tidak ada oknum yang korupsi anggaran? Padahal dalam beberapa pemberitaan diduga ada.
“Dana ini besar, tapi sampai ke bawah hanya sedikit, belum ada pembangunan yang saya liat nyata dari dana ini,” tambah Raiki.
Ia mengakui jika ada pembangunan yang berasal dari dana otsus. Tetapi, apakah saat ini orang Papua sudah sejahtera, tidak miskin dan melarat, kenyataannya berbeda.
Raiki menginginkan perlu adanya audit anggaran selama 20 tahun penggunaannya sebelum direvisi. Kemudian, hasil revisi perlu disosialisasikan kepada seluruh elemen masyarakat, bahwa jumlahnya sekian dan penggunaannya untuk apa saja.
“Ada tim dari Kemendagri temui saya. Saya katakan bahwa ada dana itu, tapi bentuknya seperti apa saya tidak tahu. Harus ada sosialisasi, jangan bunyinya besar tapi sampai di masyarakat hanya sedikit,” pungkas Raiki.
Tidak ada komentar