Menjadi negara dengan beraneka agama termasuk mayoritas dan minoritas memang menyenangkan sekaligus menegangkan. Menyenangkan jika warga sekitar yang beraneka itu dewasa dalam berperilaku, tidak sempit visinya dan selalu memberikan respon positif dalam menghadapi sesuatu; sesulit apapun itu.
Namun suasana juga bisa menegangkan jika warga tersebut punya wawasan sempit dan selalu mengkaitkan banyak hal dengan irisan agama atau ras. Visi sempit dan rasis warga juga sering menumbuhkan cara berfikir negatif sehingga menumpulkan logika dan hanya berfikiran ala logikanya sendiri.
Seperti pada soal pandemi Covid-19 kali ini. Meski bukan pandemi yang pertama melanda dunia, namun secara jujur kita harus akui bahwa pandemi yang lalu-lalu itu hanya kita kenal melalui study dan literatur global. Soal bangaimana rincian penanggulangannya tidak ada.
Pandemi kali ini memang menyesakkan dada kita. Bukan hanya secara dahsyat dapat membuat masyarakat global luluh lantak, namun membuat banyak negara kalangkabut dalam menganggulanginya, bukan hanya soal kesehatan namun juga punya dampak sosial, budaya, ekonomi, agama dan lain sebagainya
Yang lebih menyesakkan dada jika persoalan pandemi Covid-19 ini diakaitkan dengan ras dan agama. Pada awal-awal pandemi ini, banyak rumah ibadah yang tidak mempercayai adanya virus berbahaya ini. Mereka tetap beribadah seperti bviasanya tanpa mengundahkan protokol kesehatan.
Ke-ngeyelan warga mencapai puncaknya saat adanya pelarangan mudik saat Idul Fitri lalu. Pelarangan ini tentu saja sudah dipertimbangkan secara masak karena beberapa waktu sebelumnya ada semacam tsunami Covid-19 di India setelah melakukan upacara keagamaan. Mereka melakukan mandi bersama di sungai Gangga tanpa mengindahkan protokol kesehatan. Akibatnya bisa disuga, rumah sakit di India kolaps, mayat-mayat tertumpuk di sungai dan jalanan.
Meski Indonesia tidak separah India, namun peningkatan pasien karena Covid-19 pasca Idul Fitri menjadi sorotan dunia. Banyak rumah sakit yang kewalahan karena Covid-19. Tabung oksigen menjadi langka dan banyak lansia yang meninggal.
Pada saat seperti itu, masih ada saja sebagian masyarakat yang menggunakan energinya untuk menghasut. "Jika terjadi banjir kita lari ke masjid. Jika terjadi bencana, kita kumpul di masjid. Kok, ada virus kita disuruh menjauh dari masjid?" adalah salah satu provokasi yang tersebar dan viral di media sosial.
Tidak ada komentar