Jika tidak ada aral melintang, Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) rencananya akan disepakati oleh pemerintah dan DPR hari ini.
Diagendakan penandatanganan naskah dan pengambilan keputusan RUU PPSK oleh pemerintah dan DPR kan diselenggarakan di Komisi XI DPR hari ini, Kamis (8/12/2022).
Kurang dari satu bulan pembahasan RUU PPSK, banyak masyarakat yang belum sepenuhnya menyadari, bahwa hadirnya RUU PPSK ini akan merombak habis sistem keuangan di Indonesia.
Sesuai tujuannya, RUU PPSK ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat di Indonesia. Sehingga sektor keuangan di Indonesia bisa berkeadilan dan memberikan banyak manfaat bagi rakyat.
"Sektor keuangan merupakan bisnis yang landasannya kepercayaan, tanpa kepercayaan maka sektor keuangan akan menjadi kerdil," jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat pembahasan RUU PPSK bersama Komisi XI DPR, Kamis (10/11/2022).
Oleh karena itu, lanjut Sri Mulyani dibutuhkan kepercayaan dan menjaga kepercayaan kepada sektor keuangan, dan ini merupakan tugas dari DPR dan pemerintah untuk bisa merumuskan undang-undang PPSK.
Seperti diketahui, naskah RUU PPSK per tanggal 20 September 2022 terdiri dari 24 Bab, 653 Pasal, dan 2.007 Ayat.
Pokok-pokok reformasi sektor keuangan di RUU PPSK akan meliputi kelembagaan dan stabilitas sistem keuangan dalam rangka penguatan jaring pengaman sistem keuangan dan pengembangan dan penguatan industri/sektor keuangan.
Tercatat ruang lingkup di dalam RUU PPSK ini akan mengatur ekosistem sektor keuangan yang meliputi 19 hal, diantaranya kelembagaan, perbankan, pasar modal baik itu pasar uang, dan pasar valuta asing, perasuransian, asuransi usaha bersama, program penjaminan polis.
Pemerintah dan DPR mengklaim bahwa lewat RUU PPSK ini akan memperkuat koordinasi antar lembaga dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan pengembangan sektor keuangan.
Mandat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia (BI) diklaim akan semakin kuat. Tugas dan kewenangan mereka pun ditambah.
Reformasi perbankan, asuransi, pasar modal, pasar uang, dan pasar valuta asing, serta reformasi dana pensiun dan laporan keuangan, juga reformasi industri jasa keuangan lainnya juga akan diatur di dalam RUU PPSK.
Masyarakat juga menunggu bagaimana peran RUU PPSK dalam melindungi masyarakat sebagai nasabah atau konsumen dalam pasar keuangan di tanah air.
Dari draft RUU PPSK yang sudah dipublikasikan, banyak pasal-pasal yang menimbulkan banyak perdebatan atau bersifat kontroversial. Bahkan dinilai justru merosotkan kepercayaan publik kepada otoritas terkait.
Beberapa pasal yang kontroversial itu misalnya, diperbolehkannya kursi dewan gubernur Bank Indonesia (BI) diisi oleh politisi.
Bahkan, mandat bank sentral juga ditambah, bukan hanya memelihara stabilitas nilai rupiah, dan memelihara stabilitas sistem pembayaran dan stabilitas sistem keuangan. Namun, kini BI di dalam RUU PPSK juga harus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ada pula mengenai tugas OJK yang ditambah lingkup pengawasannya. tugas OJK bukan hanya melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB.
Di RUU PPSK, tugas dan kewenangan OJK juga bertambah yakni akan mengawasi dan mengatur koperasi simpan pinjam (KSP), juga harus mengatur dan mengawasi transaksi kripto di Indonesia.
Pengawasan KSP di bawah OJK juga bahkan ditolak oleh sebagian besar Anggota Koperasi di Indonesia. Bahkan OJK pun menolak adanya peralihan pengawasan KSP ini bawah otoritasnya.
Demikian juga dengan LPS. Kewajiban LPS di dalam RUU PPSK juga akan ditambah bukan hanya menjamin simpanan dana masyarakat di perbankan, namun juga harus menjamin polis asuransi. Namun belum jelas, asuransi di sektor mana saja yang akan dijamin oleh LPS.
Dalam kesempatan rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyampaikan adanya usulan baru dari pemerintah. Beberapa usulan itu misalnya, adanya pembentukan bullion bank, hingga pengaturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Karena banyak rapat-rapat panitia kerja antara pemerintah dan Komisi XI DPR yang tertutup, membuat publik tidak mengetahui apa saja perkembangan yang terjadi dalam proses pembahasannya.
Alih-alih diharapkan sistem keuangan di tanah air makin solid dengan hadirnya RUU PPSK, pembahasan RUU PPSK ini justru terlihat dan terkesan terburu-buru. Tanpa publik bisa tahu bagaimana dan seperti apa perkembangannya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar