DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (RKUHP) menjadi Undang-undang. RKUHP yang kontroversial itu disahkan
jadi Undang-undang setelah melalui berbagai perdebatan sejak 1960 silam alias
62 tahun lalu.
Mengutip detikNews, pengesahan itu diambil saat
pembicaraan Tingkat II di rapat paripurna ke-11 masa persidangan II tahun
sidang 2022-2023 di Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa
(6/12). Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memimpin rapat tersebut.
Rapat tersebut juga dihadiri pimpinan lain, yakni
Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel dan Lodewijk F Paulus. Sementara Ketua DPR Puan
Maharani tidak terlihat di ruangan.
Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau Bambang
Pacul awalnya menyampaikan laporan pembahasan RKUHP bersama pemerintah. Bambang
Pacul juga mengungkit urgensi RKUHP.
Dasco kemudian memberikan kesempatan kepada Fraksi
PKS untuk menyampaikan catatan terkait RKUHP. PKS mengambil kesempatan mereka.
"Seluruh fraksi di Komisi III menyetujui di
tingkat I. Namun ada catatan dari Fraksi PKS," kata Dasco.
Sempat terjadi perdebatan panas antara perwakilan
PKS dengan Dasco. Debat itu terus berjalan hingga pengesahan diketok.
Selanjutnya, Dasco meminta persetujuan kepada
seluruh fraksi yang hadir untuk mengesahkan RKUHP menjadi produk Undang-undang.
"Apakah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (RKUHP) dapat disahkan menjadi Undang-undang?" ujar Dasco kepada
peserta sidang.
Ragam Penolakan RKUHP
Sejumlah penolakan turut mewarnai draf RKUHP yang
disepakati Komisi III DPR dan Kemenkumham. Terbaru, elemen masyarakat menggelar
demo di depan DPR menuntut pasal bermasalah dalam draf RKUHP dicabut.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Citra Referandum
bahkan mengancam akan demo lebih besar jika aspirasi tak diakomodir.
"Di sini ada aksi simbolis seperti tabur
bunga dan kami juga menyampaikan sikap kami dengan spanduk jumbo tolak RKUHP.
Ini menyimbolkan bahwa negara kita betul-betul sudah mati secara
demokrasi," kata Citra kepada wartawan di depan gedung DPR, Senin (5/12)
kemarin.
Citra meminta pemerintah dan DPR segera mencabut
pasal bermasalah dalam draf RKUHP. Dia juga mengatakan menolak pengesahan RKUHP
dalam waktu dekat.
"Pemerintah dan DPR seharusnya dengar dan
mempertimbangkan secara bermakna pendapat dari masyarakat bahwa kami meminta
supaya pasal-pasal yang bermasalah yang ada di dalam RKUHP seperti pasal
antidemokratis itu dicabut," kata dia.
Tidak ada komentar