Covid-19 belum sepenuhnya sirna, meski protokol kesehatan sudah semakin diperlonggar dan acara keramaian sudah mulai digelar. Selain penerapan prokes, vaksin booster juga menjadi salah satu ikhtiar dalam memutus rantai Covid-19.
Tingkat Vaksinasi booster atau dosis ketiga di Indonesia berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia (RI) per September 2022 ternyata masih rendah, yakni baru mencapai 26%. Kenaikan persentasenya juga lambat.
Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara yang bisa dibilang sukses dalam mendistribusikan vaksin primer Covid-19 secara menyeluruh kepada penduduknya. Hal in ditandai dengan capaian vaksinasi yang relatif tinggi, yakni 86% untuk vaksinasi pertama dan 78% untuk vaksinasi kedua.
Dr. dr. Erlina Burhan, MSc, Sp.P(K) selaku dokter spesialis pulmonologi dan pengobatan pernapasan paru-paru menyayangkan hal tersebut. Dirinya menuturkan bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Salah satunya adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap urgensi vaksin booster. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa vaksin dosis pertama dan kedua sudah cukup untuk melindungi diri dari Covid-19.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan bahwa Covid-19 merupakan jenis virus yang sangat dinamis dan bisa terus bermutasi. Terlebih, virus corona menjadi sebab covid-19 berkembang biak saat berada di dalam tubuh manusia.
Varian baru dari Covid-19, sejatinya terbentuk dalam tubuh. Untuk mencegah varian baru, virus tidak boleh masuk ke tubuh.
Jadi seluruh masyarakat harus sehat agar bisa memutus mata rantai perkembangan Covid-19 dengan tetap mempertahankan kebiasaan baik pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Kebiasaan ini juga harus dibarengi dengan vaksin booster. No one safe until everyone is safe.
Selanjutnya dr. Erlina juga menjelaskan bahwa berdasarkan tinjauan 50 studi dunia yang dilakukan oleh 22 ahli penyakit menular independen di seluruh dunia, termasuk dirinya, vaksin terbukti efektif dalam menangkal paparan covid-19.
Dari tinjauan tersebut, ditemukan bahwa semua vaksin yang beredar, baik jenis inactive virus seperti pada vaksin AstraZeneca maupun jenis m-RNA seperti Pfizer dan Moderna, memberikan perlindungan yang setara terhadap risiko penularan Covid-19, termasuk varian omicron yang saat ini tengah marak menginfeksi masyarakat.
Adapun tingkat keefektifan tiga dosis vaksin termasuk vaksin AstraZeneca, mencapai 81 hingga 91,1 persen. Bahkan, pada dosis ketiga, efektivitas perlindungan yang diberikan oleh seluruh jenis vaksin menunjukkan hasil yang setara.
Dirinya juga menjelaskan, bahwa proteksi yang diberikan oleh vaksin akan menurun dalam waktu 90 hari setelah penyuntikan. Akan tetapi, dari hasil kaji jenis vaksin yang tersedia di Indonesia saat ini, seperti AstraZeneca, tidak terdapat penurunan yang signifikan. Hal inilah yang membuat vaksin booster dibutuhkan demi menjaga imunitas tubuh.
Pada temuan selanjutnya, dr. Erlina memaparkan bahwa terbukti semua jenis vaksin yang tersedia saat ini masuh bisa melindungi masyarakat dari segala jenis mutasi Covid-19. Jadi, belum ada urgensi untuk membuat jenis vaksin baru yang bisa mencegah infeksi submutasi virus corona.
Selain itu, ditemukan pula bahwa semua jenis vaksin booster memiliki kinerja efektif dengan persentase perlindungan yang setara. Selain itu, vaksin booster juga terbukti dapat mencegah risiko kasus parah dan kematian saat terinfeksi Covid-19, pada individu dari berbagai kelompok usia, termasuk lanjut usia.
Oleh karenanya, vaksin booster dibutuhkan untuk memerangi virus covid-19, utamanya omicron yang saat ini tengah berkembang. Jadi, masyarakat tidak perlu selektif dalam menentukan jenis vaksin. Sebab, semua jenis vaksin yang kini beredar memiliki efek yang sama baiknya.
Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari,SpA (K), MtropPaed selaku Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI), menjelaskan bahwa seluruh vaksin booster yangg beredar di seluruh dunia telah melalui tiga fase uji klinis sebelum diedarkan. Bahkan pengamatan pun dilanjutkan pada tahap surveilans pascavaksinasi.
Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu mengkawatirkan keamanan vaksin. Hal tersbeut bisa dilihat sendiri, sebanyak 2,5 miliar manusia di seluruh dunia telah mendapatkan vaksin tersebut. Hingga kini, belum ada kasus yang menyatakan bahwa vaksin berbahaya.
Prof Hinky melanjutkan pemaparannya terkait KIPI vaksin Covid-19 yang kerap dikhawatirkan masyarakat. Ia mengatakan, dari 73 juta dosis vaksin booster yang telah diberikan, hanya terdapat 178 aduan KIPI pascavaksinasi Covid-19 dengan gejala serius, seperti demam tinggi dan sesak nafas.
Di sisi lain, dari angka vaksin booster tersebut, terdapat 9.905 laporan gejala ringan KIPI, seperti demam, mual dan pusing atau sakit kepala.
Prof Hinky melanjutkan, pihaknya akan terus melakukan surveilans keamanan vaksin Covid-19. Salah satunya dengan pengamatan terhadao reaksi vaksin secara berkesinambungan.
Vaksin Booster merupakan salah satu ikhiar yang bisa dilakukan untuk memproteksi diri dari paparan virus corona, vaksin booster tentu saja menjadi penting apalagi saat ini pemerintah telah melonggarkan protokol kesehatan di tempat umum.
Ratih Safira Utami, Penulis adalah kontributor Persada Institute
Tidak ada komentar