Radikalisme merupakan sebuah aliran atau paham yang bisa dikatakan bahwa para pengikutnya sangat menginginkan akan adanya perubahan atau juga pembaruan sosial dan politik secara mengakar bahkan hingga menggunakan segala cara untuk bisa mencapai tujuan tersebut termasuk cara-cara kekerasan ataupun cara yang sangat drastis. Sementara itu, intoleransi sendiri merupakan awal terbentuknya radikalisme itu.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa isu intoleransi dan juga politik identitas dapat terus saja merajalela, bahkan bukan hanya di Indonesia saja, melainkan terjadi di beberapa negara. Untuk di Tanah Air sendiri, isu tersebut dipengaruhi oleh banyak sekali faktor lainnya, bukan hanya faktor tunggal seperti agama, ekonomi atau pendidikan, namun banyak faktor lain yang memungkinkan seseorang terpapar virus radikalisme termasuk faktor psikologis.
Masih adanya beberapa kelompok yang intoleran dan juga radikal, tentu juga sangat mempengaruhi bagaimana iklim berdemokrasi di Indonesia, utamanya menjelang pemilihan umum (Pemilu) pada tahun 2024 mendatang. Mereka tidak segan-segan mampu merusak kedamaian dan kondusifitas gelaran pesta demokrasi tersebut.
Bahkan, tidak jarang pula justru kelompok-kelompok radikal ini dengan sengaja menunggangi momentum Pemilu untuk mendorong calon pemimpin tertentu guna mencapai tujuan yang mereka inginkan sehingga justru jalannya kontestasi Pemilu hanya akan banyak diwarnai dengan saling beradu kebencian saja hingga biasanya berfokus pada politik identitas, tanpa sama sekali benar-benar berupaya untuk melihat bagaimana program dan visi misi dari sang calon pemimpin.
Maka dari itu, sangat penting untuk terus menjaga iklim kondusif dan juga kedamaian dalam Pemilu 2024. Salah satu upaya untuk bisa terus menjaga hal tersebut demi tegaknya demokrasi dan juga penghormatan kedaulatan rakyat dilakukan langsung oleh Bawaslu, Forkopimda hingga Pimpinan Partai Politik di Kota Ternate yang menggelar acara ikrar Pemilu damai dan bermartabat.
Salah satu isi dari ikrar Pemilu damai dan bermartabat tersebut adalah terus menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk sama sekali tidak mudah langsung melakukan penyebaran ujaran kebencian begitu saja serta isu-isu hoax termasuk menyangkut sara, intoleransi dan radikalisme agama serta dapat jauh lebih memanfaatkan berbagai macam sarana media sosial hingga sara publik lainnya secara cerdas dan jauh lebih bertanggung jawab.
Sementara itu, Kapolres Ternate, AKBP Andik Purnomo Sigit menjelaskan bahwa tujuan dari Bawaslu tersebut adalah memang untuk lebih mengatur trayek demokrasi. Maka dari itu, dirinya kemudian mengimbau kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) untuk bisa berkompetisi dengan gagasan dan pengetahuan, jangan sampai para calon pemimpin yang mengikuti kontestasi Pemilu justru sama sekali tidak berkompetisi menggunakan gagasan mereka melainkan menunggangi keuntungan akan politik identitas tertentu yang dibawa dan dimainkan.
Kapolres Ternate menambahkan memang banyak orang sangat menginginkan untuk bisa memenangkan kontestasi pesta demokrasi itu dan menduduki jabatan atau kursi tertentu, maka dari itu, justru mereka harus bisa memenangkan hati rakyat yang hendak memilihnya dengan gagasan, program hingga visi misi yang sangat pro terhadap kepentingan rakyat.
Lebih lanjut, dirinya juga kembali mengingatkan kepada semua komponen masyarakat untuk terus mampu menanamkan nilai-nilai demokrasi yang baik. Bahkan dirinya berjanji serta memiliki komitmen yang kuat bahwa jajarannya juga turut bertanggung jawab terhadap penanaman nilai serta edukasi kepada masyarakat sehingga tatkala terjadi Pemilu 2024 mendatang, memang bisa berjalan dengan jauh lebih tertib, jujur dan juga adil.
Pada kesempatan lain, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komisaris Jenderal Polisi Boy Rafli Amar meminta kepada semua masyarakat untuk terus meningkatkan kewaspadaan diri mereka terhadap berbagai jenis ancaman intoleransi, khususnya menjelang perhelatan Pemilu 2024, yang mana nantinya sangat berpotensi untuk mengarah kepada politik identitas.
Ancaman intoleransi dan juga adanya potensi untuk mengarah kepada politik identitas tersebut bahkan sampai saat ini menurutnya masih menjadi salah satu kekhawatiran. Pasalnya, jika intoleransi masih terus ada, maka akan sangat mudah bermuara pada politik identitas dan juga mampu menyeret pola berpikir masyarakat.
Kemudian, Kepala BNPT tersebut menjelaskan bahwa biasanya ciri masyarakat yang terpengaruh dengan politik identitas akibat intoleransi adalah justru merupakan sejumlah masyarakat yang di dalamnya penuh akan konflik. Bukan tanpa alasan, lantaran karena sudah terlalu banyak konflik yang terjadi sehingga mereka sangat menginginkan konflik tersebut tidak terjadi lagi sehingga memunculkan intoleransi karena selalu ingin keseragaman.
Tidak ada komentar