Program "Peace Project" mengajak pemuda menjadi agen pemilu damai

 


Organisasi Nirlaba Internasional Global Peace Foundation (GPF) mengadakan program Peace Project untuk mengajak pemuda menjadi agen pemilihan umum (pemilu) yang damai dan tetap melihat sisi terang politik demi menjaga persatuan bangsa.
 

"Salah satu ikhtiar kita dengan Peace Project, ketika misalnya ada capres-cawapres yang membawa isu agama dalam kampanye, harapannya teman-teman yang ikut Peace Project ini bisa lebih bijaksana, menjadi agen untuk menyampaikan ke orang lain, bahwa agama tidak seperti itu kok, jadi kita tidak bisa diadu domba," kata General Manager GPF Indonesia Shintya Rahmi Utami saat ditemui di Gereja Katedral Jakarta, Sabtu.
 
Shintya menyebutkan, cara selanjutnya untuk mengajak generasi muda agar tetap berdamai di tengah perbedaan pilihan yakni menggunakan media sosial.
 
"Di GPF Indonesia, tim kita sedang memperbaiki dan meningkatkan bagaimana kerja-kerja kita di media sosial. Jadi kita berupaya untuk memproduksi konten-konten dan narasi yang positif, sehingga anak-anak muda lebih melek lagi untuk pemilu dan tidak mudah diprovokasi atau diadu domba," ujar dia.
 
Selain itu, lanjut dia, GPF juga memiliki program kerja sama dengan universitas untuk mengingatkan kembali tentang semangat Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
 
"Melalui kerja sama dengan universitas tersebut, harapannya agar dapat merasakan bahwa kita adalah satu Indonesia, dan bagaimana kita bisa bijak memilih, tidak mudah diprovokasi, dan bagaimana pemilu itu bisa berjalan dengan damai," ucapnya.
 
Sementara itu, perwakilan dari 5P Foundation Yuliandre Darwis mengatakan bahwa program Peace Project adalah wujud instrumen perdamaian agar seluruh masyarakat merasakan kebahagiaan dalam hidup yang damai.

5P Foundation mengadopsi gerakan global Peace, Prosperity, People, Planet, and Partnership.
 
"Kalau di 5P Foundation sendiri, kami kan didirikan dengan semangat bahwa Indonesia ini paling bisa menerima perbedaan, toleransi. Menariknya, dari sekian negara, gerakan 5P di Indonesia itu sangat disegani," katanya.
  
Menurut dia, Indonesia saat ini memiliki generasi yang rentan, di mana banyak anak-anak muda, orang muda yang nantinya akan menjadi pemilih, sehingga rata-rata calon presiden dan wakil presiden tentu akan membawa isu bagaimana menarik anak muda.
 
"Kebiasaan apa-apa viral di dunia digital membuat konflik pemilu makin ramai, karena satu orang dan lainnya merasa bahwa ada sesuatu yang tidak benar, kemudian saling serang dan muncullah narasi yang seakan-akan kita ini masyarakat yang kurang beradab. Padahal ini yang harus kita sadarkan, bahwa wujud dari semua proses demokrasi ini adalah kebaikan, bagaimana seorang pemimpin dipilih oleh rakyat," ucapnya.
 
Salah satu hal yang paling penting, lanjut dia, adalah komitmen untuk saling menghargai satu sama lain.
 
"Yang harus dilakukan adalah diterangkan saja lampunya masing-masing, apa kelebihan dari seorang pemimpin, terangin saja biar anak muda atau publik yang melihat, dan saya yakin perdamaian itu akan terwujud dengan baik," ujarnya.
 
Ia juga mengemukakan bahwa memahami perbedaan politik sebetulnya tidak jauh berbeda dengan memahami perbedaan dalam agama.

"Politik itu mestinya dilihat dari sisi kita berbeda pilihan, tetapi tetap bisa bergabung lagi, perbedaan agama juga kita selalu saling bantu tanpa melihat atribut apapun, kalau bicara tentang kebaikan. Makanya perdamaian definisinya itu bagaimana kita saling membantu tanpa melihat atribut, tetap bikin semua senang, sehingga orang yang merasa susah pun bisa bahagia, yang membantu juga bisa bahagia. Itu kekuatan utama perdamaian," kata dia.

Tidak ada komentar