Akhir tahun 2024 menyisakan banyak pelajaran berharga bagi perkembangan politik dan pemerintahan. Baik di tingkat daerah maupun nasional.
NTB misalnya, kilas balik ke belakang, banyak peristiwa, polemik, dan berbagai masalah di Pemerintahan Provinsi NTB. Dalam satu tahun terakhir, masalah transisi kepemimpinan, birokrasi, fiskal daerah, dan sejumlah permasalahan lainnya kerap menjadi pembahasan.
Berawal saat pergantian kepemimpinan, dari Zul – Rohmi ke pimpinan sementara atau Penjabat (Pj.) Gubernur NTB, Lalu Gita Ariadi.
Peralihan kepemimpinan itu terjadi pada tahun lalu, tepatnya 24 Juni 2023. Waktu resmi Gita dilantik menjadi Pj. Gubernur NTB. Meski demikian, kepemimpinan Gita berlanjut di tahun 2024, hingga ia diberhentikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, pada 21 Juni 2023. Kurang lebih setelah sembilan bulan menjabat.
Mengawali tahun 2024, Gita banyak menghadirkan kejutan. Salah satunya langsung melakukan mutasi dan rotasi. Tepat pada 10 Januari 2024, Inspektur Inspektorat NTB, Ibnu Salim dilantik menggantikan Fathurrahman sebagai Pj. Sekda Provinsi NTB.
Menjadi tanda tanya, kenapa Fathurrahman diganti? Padahal berdasarkan regulasi, seharusnya pemberhentian dilakukan jika ada faktor kinerja kurang baik dan sebagainya.
Alih-alih Gita berterus terang soal kinerja Fathurrahman. Justeru ia memberi pujian atas kinerjanya. Bahkan, ia memberi nilai sembilan dari 10 atas kinerja Asisten I Setda Provinsi NTB tersebut.
Berangkat dari situ, banyak menimbulkan spekulasi bahwa pergantian Pj Sekda tersebut berdasarkan kepentingan pribadi Gita sendiri.
Salah satunya muncul dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB. Dewan Pengawas FITRA NTB, Hendriadi Djamal menjelaskan, mutasi memang kewenangan Pj. Gubernur, Lalu Gita Ariadi.
“Mutasi biasanya dilakukan berdasarkan hasil evaluasi. Mungkin dari sana dilihat tupoksi sebagai (Pj.) Sekda yang belum pas atau ada yang belum dijalankan. Sehingga diperlukan mutasi,” katanya kepada NTBSatu, Kamis, 11 Januari 2024.
Meski begitu, waktu tiga bulan sebenarnya tidak cukup untuk menilai atau mengukur kinerja seorang pejabat. Karena itu, Hendri menilai, mutasi ini tidak hanya berkaitan dengan kinerja saja. Tapi ada hal lain. Salah satunya, dugaan adanya politik birokrasi.
Apalagi Lalu Gita Ariadi sendiri memberikan nilai 9 dari 10 terhadap kinerja Fathurrahman sebagai Pj. Sekda NTB.
“Penilaian Pj kan 9 dari 10. Ini lebih ke politis. Kalau memang nilainya 9, kenapa tidak dipertahankan?,” tanya Hendri.
Gita membantah, jika pergantian tersebut murni berdasarkan hasil evaluasi dalam tiga bulan sekali.
“(Kinerja Fathurrahman, red) sudah bagus untuk penyelesaian anggaran. Besok bagaimana (lagi) tantangannya, maka kita (bekerja) berdasarkan situasi tantangan yang kita hadapi ke depannya,” kata Gita, 10 Januari 2024 usai melantik Ibnu Salim sebagai Pj. Sekda.
Apakah Fathurrahman tidak siap menghadapi tantangan itu, sehingga Ibnu Salim menggantiaknnya? Kembali Gita membantah dengan tegas.
“Tadi saya katakan (alasan) Pak Fathurahman diganti, karena per tiga bulan kan boleh dievaluasi. Siapa tau ini (Pj . ekda) kita pergilirkan untuk proses mengetahui talenta-talenta (calon Sekda). Jadi kita punya stok kader-kader bagus yang berkompeten,” tegasnya.
Setelah mengganti Pj. Sekda, di akhir Januari 2024 mencuat isu, Mendagri juga bakal mengganti Pj. Gubernur NTB. Hal itu setelah beredarnya Surat Keputusan (SK) Mendagri di berbagai group WhatsApp dan media sosial lainnya.
Mantan Kepala DPMPTSP NTB itu menyampaikan, jabatan yang sedang diembannya sekarang hanya bersifat penugasan. Artinya, ketika kesempatan itu selesai, maka semua akan berakhir.
“Ada Surat Keputusan (SK) kita kerja, tidak ada SK, saya kembali jadi Sekda. Tidak ada masalah, saya kerja saja,” ungkapnya.
Meski demikian, dugaan tersebut akhirnya terjawab. Pada Juni 2024 lalu, Gita resmi berhenti menjadi Pj. Gubernur NTB. Pj. Gubernur Sumatera Utara, Hassanudin menggantikannya.
Dugaannya, pemberhentian Gita menjadi Pj. Gubernur NTB karena ada keinginan maju di Pilkada. Benar saja, rumor Gita maju di Pilkada menguat, hal itu setelah ia terang-terangan melakukan pendaftaran penjaringan bakal calon di beberapa partai politik (parpol). Meski pada akhirnya ia batal maju di Pilkada NTB 2024, lantaran tidak memiliki kendaraan parpol.
Rencananya, pada Pilkada lalu, Gita akan maju bersama Sukiman Azmi, eks Bupati Lombok Timur. Sayang, tidak ada parpol yang nyantol ke mereka. Alhasil, menyisakan tiga kandidat saja. Sedangkan, tim Gita-Sukiman sendiri berpencar mengambil posisi sebagai tim sukses di kubu masing-masing tiga paslon tersebut.
Pengamat sekaligus Wadir IV Politeknik Medica Farma Husada (MFH), Dr. Alfisahrin, M.Si., menyampaikan, penggantian Gita merupakan pilihan yang tepat. Hal ini untuk mengakhiri spekulasi, bahwa dia tidak netral dalam Pilkada serentak 2024.
Di mana menjelang kontestasi Pilkada, Gita kerap memainkan sejumlah manuver politik, membuat kredibilitas dia sebagai birokrat terlihat tak netral.
“Bisa saya katakan saat itu dia kehilangan legitimasi di kalangan masyarakat. Karena ketika dia ditunjuk sebagai Pj., dia punya tugas untuk menyelesaikan masalah stunting, inflasi, kerusakan ekologi. Bahkan soal penataan birokrasi yang lebih profesional,” ungkap Alfisahrin kepada NTBSatu, Minggu, 29 Desember 2024.
Ia mengatakan, kehadiran Hassanudin sebagai Pj menggantikan Gita, merupakan langkah yang tepat dari Kemendagri untuk mengakhiri sejumlah spekulasi dan kontroversi yang muncul di publik.
“Memang ada indikasi Gita teribat dalam kegiatan politik praktis. Ini kenapa Pemerintah Pusat mengambil langkah antisipatif untuk menciptakan kondisi birokrasi yang kebih netral dan kondusif di NTB,” terangnya.
Sementara Mendagri, Tito Karnavian menyampaikan, penggantian Pj. Gubernur ini, karena Gita ingin maju dalam Pilkada 2024. Dalam pidatonya selepas melantik Hassanudin, Tito menyebut bahwa Lalu Gita sempat bertemu dengannya dan menyampaikan keinginan untuk diberi ruang yang lebih luas dan waktu yang cukup membangun jejaring dalam rangka pemenangan.
“Saya terjemahkan ini keinginan mengundurkan diri dan otomatis saya harus menyiapkan pengganti,” ujar eks Kapolri itu, Senin, 24 Juni 2024.
Sebelum meninggalkan kursi nomor satu di Bumi Gora ini, Gita meninggalkan banyak jejak. Salah satunya dalam hal tata kelola birokrasi. Tepat pada 25 Maret 2024 lalu, Gita akhirnya melakukan mutasi pertama kalinya sejak menjabat sebagai Pj. Gubernur.
Gita melakukan mutasi terhadap 76 pejabat eselon III dan IV. Tersebar di seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov NTB. Menurutnya, mutasi ini sebagai upaya untuk penyegaran pejabat Pemprov NTB.
Pembahasan penghapusan Beasiswa NTB sempat ramai pada tahun 2023. Program inisiasi Gubernur NTB 2018-2023, Zulkieflimansyah itu dihapus Gita Ariadi untuk tahun 2024 dan anggarannya dialihkan untuk renovasi Kantor Gubernur NTB.
Keberadaan Beasiswa NTB diklaim menyedot banyak anggaran. Hal itu tidak sejalan dengan harapan DPRD dan Pemprov NTB yang ingin menyehatkan fiskal daerah
Sempat menuai pro dan kontra, hingga pada akhirnya palu pengesahan APBD 2024 diketuk. Tidak ada anggaran untuk program beasiswa NTB dalam Rancangan APBD tersebut, melainkan untuk perbaikan Kantor Gubernur. Kini renovasi Kantor Gubernur NTB yang memakan anggaran Rp40 miliar ini sudah masuk dalam tahap finishing.
Dinamika berlanjut di tahun 2024. Masih banyak yang keberatan atas keputusan Gita tersebut. Baik dari tokoh masyarakat, politisi, bahkan akademisi. Namun, tidak sedikit juga yang mendukung langkah pria kelahiran Puyung, Lombok Tengah itu.
Termasuk dari tiga mantan calon kepala daerah NTB, Zulkieflimansyah, Sitti Rohmi Djalilah, dan Lalu Muhamad Iqbal mengaku keberatan atas keputusan Gita tersebut.
Bang Zul, sapaan Zulkieflimansyah menilai, rencana perbaikan Kantor Gubernur NTB terkesan agak tanggung. Sebab, kantor yang pernah ia tempati itu, masih sangat layak.
“Kantor Gubernur NTB itu baru saja direnovasi,” ungkapnya, 9 Maret 2024.
Pada sisi lain, dampak rencana itu menggeser anggaran lainnya. Dampak sebesar Rp40 miliar untuk perbaikan Kantor Gubernur NTB harus menggeser program-program lain yang punya dampak cukup besar.
“Salah satunya adalah program beasiswa NTB,” ujarnya.
Begitupun Sitti Rohmi Djalilah, yang pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur NTB. Ia menyatakan, kondisi Kantor Gubernur NTB saat ini masih layak dan tidak memerlukan renovasi yang begitu besar.
“Masih bisa dipakai kalau sekarang menurut saya. Tapi kalau 10 tahun ke depan kita tidak tahu,” ujar Rohmi usai menjadi narasumber di acara Dialog di Universitas Mataram, Kamis, 22 Agustus 2024.
Juga pada kesempatan yang sama, Lalu Iqbal, menyampaikan penolakannya terhadap renovasi tersebut. Menurutnya, pentingnya pemerintah dalam menentukan skala prioritas anggaran.
Iqbal mempertanyakan, apakah renovasi ini benar-benar merupakan kebutuhan mendesak atau ada program lain yang lebih memerlukan alokasi dana tersebut.
“Intinya, apakah itu prioritas? Apakah tidak ada program lain yang membutuhkan dana itu?,” tanya Iqbal.
Meski mendapat berbagai penolakan, Gita tetap melanjutkan perbaikan tersebut. Ia bertekad ingin menghadirkan Kantor Gubernur yang representatif. Sebab, akan menjadi ikon daerah. Alhasil, renovasi tersebut mulai ada Agustus 2024 dan ditargetkan selesai akhir Desember 2024. Selanjutnya, mulai ditempati pada 2025 mendatang.
Kendati demikian, tak ayal, jika hanya disoroti berbagai persoalannya saja. Di mana selama menjabat sebagai Pj. Gubernur NTB, Gita juga banyak menorehkan prestasi dan capaian.
Salah satunya berhasil mengawal pelaksanaan Pemilu 2024. Saat itu Istrinya, Lale Prayatni menjadi salah satu kompetitor dalam Pemilihan DPRD Provinsi NTB. Namun, tidak temuan dia menggunakan fasilitas negara dan mengerahkan dukungan secar terang-terangan kepada Istrinya. Alhasil, istrinya tidak berhasil memperoleh kursi DPRD Provinsi NTB.
Selanjutnya, kepemimpinan Gita dalam beberapa bulan, juga berhasil membawa angka inflasi NTB di bawah nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, pada Mei 2024 inflasi year on year gabungan beberapa daerah di NTB (Kota Mataram, Kabupaten Sumbawa dan Kota Bima) sebesar 2,77 persen. Angka inflasi Provinsi NTB lebih rendah dari angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 2,84 persen.
Secara Gabungan tiga daerah (Kota Mataram, kabupaten Sumbawa, dan Kota Bima) pada bulan Mei 2024 nilai inflasi bulan ke bulan NTB sebesar -0,41 persen (mengalami deflasi), inflasi tahun kalender atau year to date (y–to–d) sebesar 0,63 persen, dan nilai inflasi tahun ke tahun yaitu sebesar 2,77 persen.
Sementara pada bulan Oktober 2024 mencapai 1,44 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,96.
Dalam laporan tersebut, BPS juga mencatat tingkat inflasi month to month (m-to-m) di Provinsi NTB untuk bulan Oktober 2024 sebesar 0,09 persen, sementara tingkat inflasi year to date (y-to-d) mencapai 0,26 persen.
Begitupun dengan masalah stunting, Provinsi NTB berhasil menurunkan angka stunting hingga 8,1 persen. Penurunan yang cukup drastis tersebut menjadikan NTB sebagai Provinsi dengan progres tertinggi di Indonesia. NTB menempati urutan ke-16 dari 38 provinsi dengan progres penurunan tertinggi se-Indonesia.
Data tersebut berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI), yang Kementerian Kesehatan RI bersama BKPK (Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan) laksanakan tahun 2023. Hasil survey menunjukkan angka stunting NTB sebesar 24,6 persen, menurun 8,1 persen daripada data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022.
Tahun 2024 merupakan tahun politik. Di awal tahun tepatnya pada Februari, berlangsung Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR, dan DPD. Sementara pada November lalu, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak.
Hadirnya Pj. Gubernur yang baru ini salah satu tugasnya adalah memastikan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 berjalan dengan baik. Hassanudin sendiri merupakan Purnawirawan TNI. Kemudian dilantik sebagai Pj. Gubernur NTB pada Senin, 24 Juni 2024. Jabatan Hassanudin akan berakhir ketika gubernur definitif resmi dilantik.
Tak goyah, Hassanudin mengawal berjalannya tahap demi tahap pelaksanaan Pilkada serentak tersebut. Berbagai dinamika dan potensi pergeseran antar pendukung saat itu meningkat. Sehingga wajar, berbagai pelanggaran kerap ditemukan. Paling banyak kasus pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Berdasarkan data Bawaslu Provinsi NTB, sekitar 104 dugaan pelanggaran netralitas ASN di NTB sudah dilaporkan ke KASN.
Dari total tersebut, tujuh dugaan pelanggaran telah mendapatkan keputusan dari KASN. Namun, pasca-pembubaran KASN, penanganan dugaan pelanggaran kode etik kini ditangani Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Tak hanya mengawal Pilkada, Hassanudin juga ikut terlibat dalam proses pembahasan hingga penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025. Hingga ditemukan kata sepakat, APBD Provinsi NTB tahun 2025 ditargetkan Rp5,7 triliun, menurun dibandingkan tahun sebelumnya Rp6,37 triliun.
Munculnya kesepakatan itu, sejumlah pihak menilai, penetapan APBD NTB 2025 terlalu buru-buru.
APBD tahun 2025 menurun daripada tahun 2024. Dari pendapatan misalnya, tahun depan ditargetkan sebesar Rp5,7 triliun. Jumlah itu menurun hingga 6,37 persen atau berkurang Rp393 miliar dari pendapatan pada APBD murni 2024.
Penurunan tersebut juga pada sektor belanja pada APBD 2025, ditargetkan sebesar Rp5,6 triliun atau menurun sebesar Rp418 miliar jika dibandingkan di APBD 2024.
Terhadap penetapan APBD tersebut, Lombok Global Institute (Logis) NTB menilai, pembahasan RAPBD NTB sangat cepat persis seperti legenda Bandung Bondowoso yang membangun seribu candi dalam satu malam.
“Kenapa Logis mengangkat RAPBD 2025, karena laporan investigasi kami, pembahasan RAPBD cepat kilat. Mirip Bandung Bondowoso yang dipaksa mendirikan candi dalam satu malam. Seperti kereta cepat Bandung-Jakarta,” kata Direktur Logis, M. Fihiruddin, Selasa, 24 Desember 2024.
Kepemimpinan pria kelahiran tahun 1965 di tanah Bumi Gora tak selalu berjalan mulus. Banyak tantangan yang ia hadapi. Status bukan putra asli NTB seakan menambah kesulitan dalam memahami dan menangani kasus yang ada.
Misalnya, kasus besar yang sudah menjadi pembahasan nasional, di antaranya masalah tambang ilegal di Sekotong, Lombok Barat. Hingga permasalahan kekerasan seksual yang dilakukan pemuda penyandang disabilitas di Kota Mataram.
Terhadap sengkarut dua permasalahan yang menasional itu, Hassanudin sangat jarang memberikan komentarnya. Sehingga tak sedikit, banyak orang mengatakan dia tidak terlalu paham dengan berbagai kasus yang ada tersebut.
Selama menjabat, kepemimpinan Hassanudin di NTB sudah dievaluasi oleh Kemendagri. Dalam evaluasi kinerjanya pada triwulan pertama di Oktober 2024 lalu, Hassanudin mendapat sejumlah rekomendasi. Di antaranya, masih banyaknya jabatan lowong di Pemprov NTB, pengelolaan tenaga honorer, hingga dana pemilu. Selanjutnya, Hassanudin akan menjalani evaluasi triwulan kedua pada 9 Januari 2025 mendatang.
Dalam waktu dekat, Provinsi NTB akan hadir pemimpin atau gubernur definitif. Hasil Pilkada NTB 2024 menetapkan, pasangan Lalu Muhamad Iqbal – Indah Dhamayanti Putri (Iqbal – Dinda) sebagai paslon dengan perolehan suara terbanyak.
Iqbal – Dinda akan menggantikan Pj. Gubernur NTB, Hassanudin. Mereka akan dilantik sekitar bulan Februari atau Maret 2025 mendatang. Namun, untuk keputusan resminya, masih menunggu dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Iqbal – Dinda memiliki tanggung jawab besar untuk mengubah arah pembangunan di NTB.
Tidak ada lagi ruang untuk retorika kosong atau program-program tanpa dampak nyata. Sepeti kata salah satu pengamat ekonomi di NTB, Dr. Firmansyah.
“Pembangunan yang ideal adalah pembangunan yang seluruh masyarakatan dapat rasakan, bukan hanya tercatat dalam laporan statistik. NTB memiliki potensi besar, tetapi ini hanya akan menjadi potensi jika tidak ada langkah konkret untuk mewujudkannya,” jelasnya.
Iqbal sendiri memiliki tekad yang besar dalam pengelolaan dan penataan birokrasi serta pembangunan di NTB. Termasuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Bahkan, dalam hal penataan birokrasi nantinya, Iqbal akan menggunakan sistem meritokrasi. Tujuannya, ia ingin menghadirkan birokrasi yang sehat. Jauh dari jual beli jabatan atau lobi-lobi politik hanya untuk kepentingan golongan tertentu.
Karenanya, dengan menggunakan sistem ini, pemilihan pejabat berdasarkan kemampuannya dan kompeten dalam bidang tersebut.
“Meritokrasi, pasti, itu janji saya. Tidak mungkin saya menghianati komitmen saya,” tegas Iqbal usai bertemu Pj. Gubernur NTB, Hassanudin, Selasa, 3 Desember 2024.
Mantan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Tukri itu memastikan, selain jauh dari jual beli jabatan, pemilihan pejabat nantinya tidak berdasarkan kepentingan, apalagi politik balas jasa. Namun, benar-benar merujuk pada kemampuan dan kinerja masing-masing.
“Bahwa orang terbaik akan mendapatkan tempat terbaik pual. Begitupun, yang terbaik juga akan mendapatkan kesempatan buat maju lebih baik,” ungkap Iqbal.
Alfisahrin mengaku sangat mendukung terhadap komitmen Iqbal tersebut. Namun ia menggaris bawahi, apabila ingin mewujudkan birokrasi yang betul-betul profesional, tidak mudah.
Menurutnya, perlu dukungan masyarakat dan juga internal birokrasi yang betul-betul menjaring orang-orang yang memiliki kualitas.
“Kalau tidak di topang dengan dukungan birokrasi di dalam dan masyarakat, maka akan sulit menerapkan birokrasi yang betul-betul mengakomodasi merit sistem di tengah akomodasi kepentingan politik yang tinggi pasca-terpilihnya dia sebagai kepala daerah,” jelas Alfisahrin.
Ia mengemukakan, birokrasi di Pemprov NTB betul-betul belum menciptakan merit system yang sesungguhnya. Menurutnya, masih ada akomodasi dan kepentingan politik atau aktor tertentu titipan orang tertentu yang kemudian mempengaruhi kinerja birokrasi.
“Orang yang tidak punya trackrecord, tidak punya prestasi dan inovasi kadang-kadang itu diakomodir dalam birokrasi strategis. Padahal di era otonomi daerah ini yang diperlukan adalah birokrasi yang profesional kemudian birokrasi yang akuntabel dan kridibel, untuk mengatasi persoalan yang ada,” jelas Alfisahrin.
Menyongsong kepemimpinan baru tahun 2025, Iqbal sudah mulai bergerliya. Sudah bertemu sejumlah Menteri Kabinet Merah Putih hingga Presiden Prabowo Subianto. Tujuannya, meminta arahan untuk pembangunan NTB ke depan.
Tak hanya itu, Iqbal juga sudah bertemu dengan Pj. Gubernur NTB, serta sejumlah pejabat Pemprov NTB lainnya. Misalnya, Kepala Bappeda NTB, Iswandi beberapa waktu lalu.
Pertemuannya dengan Pj. Gubernur untuk menanyakan hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam beberapa waktu ke depan. Sehingga, nantinya transisi pemerintahan berjalan mulus.
“Karena dari segi program dan anggaran, dalam waktu dekat ini akan difinalisasi. Jadi perlu dilakukan sinkronisasi. Kira-kira apa yang perlu mendapat perhatian saya dan sebagainya,” jelas Iqbal.
Sementara pertemuannya dengan Iswandi, tiada lain dan tiada bukan membahas terkait Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Memiliki visi menjadikan NTB mendunia, Alfisahrin punya sejumlah catatan untuk pemimpin NTB terpilih.
Ia menjelaskan, sejumlah tantangan besar yang dihadipi dalam lima tahun ke depan adalah soal ketergantungan NTB terhadap sektor tambang.
Sampai saat ini belum ada komoditas lain yang bisa menggantikan komoditas tambang. Di mana 80 persennya itu menjadi pendaptan andalan masyarakat NTB.
“Sementara diperlukan betul kapasitas birokrasi di NTB untuk mengkonversi sektor tambang ini bukan sebagai sektor andalan utama. Jadi ada sektor pertanian, kelautan, dan peternakan,” bebernya.
Kedua, soal ekspor. Menurutnya, di NTB belum ada pelabuhan penopang yang menciptakan kemandirian untuk melakukan ekspor komoditas. Misal komiditas vanili di Lombok Timur, Rumput Laut, dan perikanan banyak menggunakan pelabuhan di Surabaya dan Bali.
“Dan itu tidak memberikan efek untuk pendapatan asli di daerah kita. Karena itu, perlu ada terobosan, bagaiman di NTB ini perlu ada pelabuhan khusus sebagai fasilitas ekspor,” ujar Alfisahrin.
Tantangan yang lainnya adalah bagaimana menyelesaikam soal-soal lama, nantinya menjadi legacy dari pemerintah sebelumnya yang tidak teratasi.
Misalnya, masalah industrialisasi. Hingga kini belum dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat di akar rumput.
“Jadi Industrialisasi ini lebih banyak dinikmati oleh kelompok pemilik modal menengah ke atas. Sementara impact di bawahnya itu tidak terasa. Jadi masih terlihat ekslusifitas,” katanya.
Demikian juga soal sektor pariwisata, investasi, dan termasuk juga tata kelola birokrasi yang profesional.
Tidak ada komentar