Results for "PPN Sembako"
Bu Sri Mulyani, Konsep Pajak Sembako Premium Ditunda Dulu Ya

 Menteri Keuangan Sri Mulyani Diminta Tunda Kenakan Pajak pada Sembako Premium. (Foto: Okezone.com/KBUMN)

JAKARTA - Reformasi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) multitarif menimbulkan pro dan kontra. Pasalnya, kondisi masyarakat masih menghadapi kondisi ketidakpastian akibat pandemi virus corona yang belum selesai.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menenagaskan tidak setuju pemberian pajak pada kalangan menengah ke atas diberikan saat situsasi negara sedang digerus pandemi Covid-19.

Menurutnya, pemberian pajak pada sejumlah sektor seperti produk-produk premium dan jasa klinik kecantikan yang dikonsumsi kalangan menengah ke atas dinilai tidak tepat diberikan pada kondisi sekarang. Sebab, menurutnya, dalam situasi seperti ini ekonomi masyarakat tidak dalam keadaan baik.

“Kebijakan seperti pajak untuk kalangan menengah atas, itu saya tidak terlalu setuju. Saya pikir ditunda dulu dalam kondisi yang seperti ini. Harus dimatangkan dulu konsepnya,” katanya kepada MNC Portal Indonesia, Sabtu (19/6/2021).

Menurutnya, pemerintah bisa menerapkan perpajakan saat kondisi pandemi Covid-19 tidak mengganas. Sebagai gantinya, pemerintah bisa mengambil pajak dari sektor - sektor tertentu.

“Program pemerintah dengan melakukan reformasi pajak ini kan dilakukan saat kondisi lonjakan tidak terlalu parah. Makanya pemerintah ambil langkah memulihkan ekonomi dengan mengambil pajak dari sektor-sektor tertentu. Tapi realitanya sekarang kan kasus Covid-19 sedang tinggi-tingginya. Jadi saya rasa ditahan dulu lah pengenaan pajak multitarif ini,” ucapnya.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, mengungkapkan tarif PPN multitarif mungkin terlihat rumit karena pemerintah akan membeda-bedakan tarif pajak untuk setiap barang dan jasa. Dengan begitu, tarif PPN nantinya tidak sama dan tunggal sebesar 10 persen seperti saat ini.

Menurutnya, skema tarif PPN multitarif ini justru memberikan keuntungan karena lebih adil. Misalnya, untuk barang yang memang dibutuhkan masyarakat luas sehari-hari bisa dibuat rendah.

"Sementara barang yang bernilai premium bisa dipajaki lebih tinggi karena hanya dikonsumsi oleh kalangan terbatas, khususnya orang kaya," ujar Yustinus.

Redaksi Minggu, 20 Juni 2021