Results for "Pelajar SMP-SMA"
Vaksin covid: Kalangan guru dan pakar kesehatan desak tingkat vaksinasi di sekolah minimal 70 persen bila pembelajaran tatap muka dimulai lagi

Siswa menerapkan protokol kesehatan sebelum masuk kelas di SDN 01 Narimbang, Lebak, Banten, Rabu (18/8/2021).

Menurut mereka, belajar tatap muka bisa dilaksanakan jika ditunjang dengan vaksinasi minimal 70% di tiap satuan pendidikan. Jika tidak, maka berpotensi memicu kematian akibat terinfeksi Covid-19.

Tapi Kemendikbudristek mengatakan pihaknya tidak bisa menunggu program vaksinasi tuntas untuk membuka sekolah.

Sebab pembelajaran jarak jauh atau daring "memberatkan para siswa dan guru".

Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah di Kemendikbudristek, Jumeri, mengatakan pembelajaran tatap muka bakal diselenggarakan di sekolah-sekolah yang wilayahnya masuk dalam PPKM level 1 hingga 3.

Dasar pertimbangannya, kata dia, karena transmisi penularan virus corona di daerah tersebut relatif rendah, begitu pula catatan kasus positif dan angka kematian.

"Makanya kalau saya berkunjung ke daerah sering ada pertanyaan, kapan dibuka sekolah karena sudah siap. Itu pemdanya yang ngomong," ujar Jumeri kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (22/08).

Kendati begitu, pembukaan sekolah ini tidak harus menunggu program vaksinasi untuk usia 12-17 tahun tuntas. Jika seluruh guru sudah divaksin, maka sekolah wajib dibuka.

Bahkan bagi siswa yang belum divaksin pun, bisa mengikuti pembelajaran tatap muka asalkan ada persetujuan dari orang tua murid dan dengan protokol kesehatan yang ketat.

Sebab jika menunggu program vaksinasi selesai membutuhkan waktu lama.

"Kita tidak mengarah ke sana [hingga vaksinasi tuntas]. Kalau nunggu kapan vaksin tuntas? Anak-anak kita harus segera belajar."

"Kalau menunggu vaksinasi akan panjang dan lama banget, target kita itu 26,7 juta."

Catatan Kementerian Kesehatan per 18 Agustus 2021, sasaran vaksinasi untuk anak usia 12-17 tahun baru mencapai 2,4 juta untuk dosis pertama dan 917.000 untuk dosis kedua.

Yang penting, sambung Jumeri, sekolah tersebut menerapkan protokol kesehatan.

Dalam aturan di Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri menyebutkan sekolah wajib membentuk Satgas Covid-19 yang tugasnya melakukan sosialisasi pembelajaran tatap muka kepada sekolah, orang tua murid, serta berkoordinasi dengan puskesmas.

Di situ juga mengatur pembuatan kurikulum, tata cara belajar di kelas mulai dari jarak, lama belajar, pemakaian masker, dan penyediaan peralatan mencuci tangan.

Jika ditemukan ada kasus infeksi Covid-19, maka sekolah harus dihentikan, imbuh Jumeri.

Namun demikian Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, mengkritik kebijakan itu.

Menurut dia, tanpa ditunjang vaksinasi maka berisiko menimbulkan klaster Covid-19. Itu artinya sama saja pemerintah mengabaikan keselamatan para pendidik dan peserta didik sesuai amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

Heru merekomendasikan Kemendikbudristek agar memakai syarat minimal vaksinasi 70% di tiap satuan pendidikan jika ingin menerapkan pembelajaran tatap muka.

Acuan itu, kata dia, lebih jelas ketimbang menggunakan level 1 hingga 3.

"Upaya vaksinasi itu memberikan perawatan, supaya kalau terinfeksi Covid-19 gejalanya ringan. Dengan kondisi itu maka apabila satuan pendidikan belum keseluruhan tervaksinasi dengan baik, maka risiko klaster penularan akan berpotensi terjadi," imbuh Heru Purnomo kepada BBC News Indonesia.

Pemantauan FSGI, vaksinasi untuk anak usia 12-17 tahun di Pulau Jawa sudah hampir 90%. Tapi daerah di luar Pulau Jawa masih sangat minim.

Ia mencontohkan Provinsi Jambi, vaksinasi untuk peserta didik masih nihil.

"Kami berbincang-bincang dengan guru di Jambi, Mereka menyampaikan, 'Enak ya di Jawa pelajarnya sudah divaksin hampir 90%. Di Jambi, guru sudah divaksin begitu juga tenaga kependidikan. Tapi siswanya boro-boro,'" tukas Heru.

"Jadi di sana itu baru di tahap perencanaan [vaksinasi 12-17 tahun].

Persoalan lain yang patut diperhatikan pemerintah, lanjut dia, adalah kesiapan protokol kesehatan di sekolah.

Tiap sekolah, imbuhnya, perlu memberlakukan aturan tambahan berupa screening kepada guru dan murid sebelum masuk sekolah. Ini diperlukan karena aturan protokol kesehatan dalam SKB 4 Menteri dianggap belum cukup melindungi guru dan murid.

Apalagi katanya, pengawasan dari dinas pendidikan tidak dilakukan secara langsung tapi hanya mengisi formulir melalui website.

"Skrining itu misalnya apakah hari ini Anda masuk ke sekolah? Apakah hari ini sakit? Apakah hari ini demam? Apakah ada sakit tenggorokan? Apakah hari ini penciuman berfungsi?"

 

Redaksi Sabtu, 28 Agustus 2021
Targetkan Herd Immunity, BIN Gerak Cepat Vaksinasi Pelajar SLTP - SLTA di Indonesia

Tenaga medis saat menyuntik vaksin salah satu siswa di SMP N 3 Semarang, Jalan Mayjen D.I Panjaitan No 58 Semarang, Rabu (14/7).

SEMARANG, suaramerdeka.com - Badan Intelijen Negara (BIN) bergerak cepat membantu pemerintah dalam menanggulangi pandemi Covid -19.

Salah satu upaya gerak cepat yang dilakukan BIN ialah dengan melakukan vaksinasi Covid-19 pelajar SLTP dan SLTA di Indonesia.

Gerak cepat BIN dalam melakukan vaksinasi Covid-19 pelajar SLTP - SLTA itu guna mentargetkan herd immunity atau kekebalan masal masyarakat Indonesia.

Herd immunity tersebut diharapkan dapat mewujudkan Indonesia yang sehat, Indonesia yang hebat dalam mengatasi wabah Covid-19.

"BIN memberikan perhatian yang serius pada program vaksinasi -19 untuk anak-anak usia 12 sampai 18 tahun. Terutama pelajar SLTP - SLTA," kata Kepala BIN Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan secara virtual, Rabu, 14 Juli 2021.

Menurut Budi Gunawan, vaksinasi Covid-19 bagi pelajar penting dilakukan.

Karena para pelajar merupakan generasi penerus dan akan menjadi tulang punggung bangsa dan negara Indonesia ke depan.

Budi Gunawan berharap segala upaya yang telah dilakukan BIN dan lembaga - lembaga lainnya terkait vaksinasi Covid - 19 ini akan segera membentuk herd immunity bagi masyarakat Indonesia.

Target herd immunity ini, kata Budi Gunawan tidak lain untuk mewujudkan Indonesia yang sehat, Indonesia hebat dalam mengatasi wabah pandemi Covid -19.

Sementara itu, Kabinda Jateng Brigjen TNI Sundo Siswanto, SH MH mengatakan, kegiatan vaksinasi Covid-19 kali ini ditujukan khusus kspada pelajar SLTP - SLTA berusia 12 sampai 18 tahun.

Sundo Siswanto menjelaskan, vaksinasi Covid-19 bagi para pelajar di Jateng kali ini dilaksanakan di tiga titik, yakni SMP N 03 Semarang, SMP N 13 Semarang dan SMA N 1 Semarang.

Dijelaskannya, total jumlah saat ini untuk pelajar tingkat SMP di Semarang ada 1.000 siswa, meliputi SMP 03 Semarang 650 siswa dan SMP N 2 Semarang ada 250 siswa. Sementara di SMA N 1 Semarang ada 1.265 siswa.

"Kami berharap dengan adanya vaksinasi Covid-19 untuk para pelajar ini supaya kegiatan belajar tatap muka bisa dilakukan," kata Sundo Siswanto.

Dia menjelaskan, selain di tiga lokasi sekolah, pihaknya juga melaksanakan vaksinasi Covid-19 secara door to door kepada masyarakat, salah satunya di Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.

Sundo Siswanto menerangkan, beberapa para pelajar menyampaikan bahwa mereka lebih senang pembelajaran dilakukan secara tatap muka.

Alasannya agar mudah menerima pelajaran yang disampaikan guru secara langsung dibanding secara online.

"Kalau online lebih banyak kendalanya, terutama masalah sinyal. Misalnya pak guru sedang menjelaskan tiba - tiba putus di tengah jalan, ini juga berpengaruh," imbuhnya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo saat memantau pelaksaan vaksinasi Covid-19 bagi pelajar secara virtual menyampaikan vaksinasi pelajar pada kesempatan ini menyasar siswa SMP dan SMA di 14 provinsi Se-Indonesia.

Presiden Jokowi menerangkan, saat ini ada 49.000 pelajar yang divaksin. Mereka terdiri dari 15.000  pelajar SMP,  15.000untuk pelajar SMA. Kemudian, vaksinasi secara door to door sebanyak 19.000pelajar.

"Kami mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi atas pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bagi pelajar SMP dan SMA yang dilakukan hari ini," ungkap Jokowi.



 

Redaksi Selasa, 03 Agustus 2021