Results for "UU Ciptakerja"
PKS dan Demokrat Tak Suka Pengangguran Dapat Pekerjaan Layak





Jakarta - Protes terhadap Omnibus Law Cipta Kerja juga dilakukan PKS dan Demokrat. Dua partai ini memang tidak suka para pengangguran dapat pekerjaan layak.

Demonstrasi buruh terjadi di beberapa kota di Indonesia. Di Bandung, Jawa Barat, demonstrasi berlangsung ricuh. Demonstrasi itu sendiri sebagai respons dari disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR beberapa waktu lalu. Ini menandakan DPR tidak tidur seperti biasanya.

Memang, jika diperhatikan narasi yang disampaikan pemerintah tentang UU Cipta Kerja itu dimaksudkan untuk membuka lapangan pekerjaan. Artinya, yang banyak diperhatikan adalah kaum pengangguran agar mereka mudah mendapat pekerjaan.

Mungkin karena itu juga, membuat para pekerja atau kaum buruh menjadi iri. Karena itulah serikat buruh menyerukan mogok kerja, agar mereka bisa menikmati jadi pengangguran sementara. Tapi, benarkah pengangguran membuat kaum buruh iri, sehingga mereka memprotes besar-besaran Undang-Undang Cipta Kerja tersebut?

Rasa iri itu mungkin dipengaruhi lagu Koes Plus, hati senang walaupun tak punya uang. Sementara para pekerja yang mendapat gaji setiap bulan rupanya tidak gampang senang hatinya. Hal ini dibuktikan dengan seringnya mereka melakukan demonstrasi menuntut perbaikan kesejahteraan. Itu menandakan hatinya belum senang seperti pengangguran.

Sementara, kaum pengangguran tidak pernah melakukan demo untuk menuntut peningkatan gaji agar mereka lebih sejahtera. Kaum pengangguran memang sering membuat iri para pekerja dan buruh. Mereka bisa bangun jam berapa pun tanpa harus khawatir dimarahi atasannya.


Protes terhadap UU ini juga disuarakan Partai Demokrat dan PKS. Kedua partai ini memang sejak dulu tidak suka para pengangguran di Indonesia dapat pekerjaan yang layak.

Kaum pengangguran juga bisa cuti sepanjang tahun, sepanjang waktu, tanpa perlu meminta izin kepada siapa pun. Bagi kaum pengangguran, setiap hari adalah holiday. Sementara bagi pekerja, setiap hari adalah monday. Sedangkan bagi orang yang bekerja di pabrik dan perkantoran, mereka hanya punya jatah cuti 12 hari dalam setahun.

Jatah cuti itu harus diajukan dulu untuk meminta persetujuan atasannya. Jika pun ada cuti tambahan seperti yang diatur dalam UU Cipta Kerja, paling saat pekerja wanita hamil, saat lebaran, pernikahan, musibah, dan lain-lain. Cuti tidak diberikan kepada pekerja pria yang hamil. Yang paling membuat iri buruh bisa terkena pemutusan hubungan kerja.

Apalagi jika ekonomi sedang merosot dan perusahaan mengalami kerugian. Sementara kaum pengangguran tidak mungkin terkena PHK sepanjang hidupnya. Bayangkan, buruh yang sudah capek-capek kerja masih ada risiko di-PHK. Sementara pengangguran yang tidak pernah kerja, tidak ada yang berani melakukan PHK terhadap dirinya.

Meskipun untuk mem-PHK buruh, menurut UU Cipta Kerja tersebut, perusahaan tetap harus mengeluarkan pesangon dengan hitung-hitungan yang agak ribet. Pesangon bukan hanya diberikan kepada buruh tetap yang terkena PHK saja, tapi buruh kontrak yang habis kontraknya juga berhak mendapatkan pesangon menurut UU tersebut.

Sementara kaum pengangguran, baik tetap maupun sementara, tidak akan mendapatkan pesangon. Dengan adanya pesangon itu, apakah kaum pengangguran iri dengan kaum buruh? Ternyata tidak. Para pengangguran santai saja. Mereka tidak merasa perlu bergabung dan membuat sebuah organisasi yang bernama Federasi Serikat Pengangguran Seluruh Indonesia.


UU ini memang ditargetkan untuk membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya, agar kaum pengangguran mendapat pekerjaan lebih mudah.


Pada dunia buruh, serikat itu diketuai oleh orang yang rumahnya jauh lebih mewah dari pemilik pabrik beberapa biji. Yang paling membedakan kaum pengangguran dan buruh adalah sikap egaliternya. Kaum pengangguran kapan pun akan menerima buruh yang ingin bergabung jadi pengangguran. Sebaliknya, kaum buruh justru sering menjegal apabila ada pengangguran yang mau bergabung dengan mereka, dengan mendapatkan pekerjaan.

Buktinya, ketika UU Cipta Kerja disahkan, para pekerja dan kaum buruh malah protes. Sebab sekali lagi, UU ini memang ditargetkan untuk membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya, agar kaum pengangguran mendapat pekerjaan lebih mudah. Sementara itu, untuk mereka yang sudah bekerja, tidak banyak perubahan aturan, bagi mereka aturannya tidak jauh berbeda dengan peraturan yang ada sebelumnya.

Yang agak mengherankan, para pelajar dan mahasiswa yang sebentar lagi akan mencari pekerjaan, juga kini menjadi agen paling depan memprotes UU Cipta Kerja yang akan membuka lapangan pekerjaan untuknya. Mungkin mereka mengira Indonesia tidak perlu membuka lapangan pekerjaan yang banyak. Apalagi untuk mereka. Memang, kalau dipikirkan dengan serius, buat apa mereka capek-capek kuliah, jika harus bekerja setelah lulus. Sedangkan menjadi penganggguran jauh lebih menyenangkan.

Memang agak mengherankan, pemerintah menciptakan UU Cipta Kerja yang ditargetkan untuk mengurangi jumlah pengangguran. Tapi justru yang memprotes adalah mereka yang masih sekolah dan mereka yang sudah bekerja. Sedangkan kaum pengangguran sendiri masih selonjoran di rumahnya masing-masing, asyik menikmati hidup.

Protes terhadap UU ini juga disuarakan Partai Demokrat dan PKS. Kedua partai ini memang sejak dulu tidak suka jika para pengangguran di Indonesia dapat pekerjaan yang layak. Sebab jika para penganggur itu bekerja semua, lalu mereka punya uang, lalu mereka menjadi pintar, nanti siapa lagi yang bisa dibohongi?

Perlu diketahui, partai-partai itu kadang suka main drama. Demokrat misalnya, sebelumnya justru menjadi pendukung nomor satu UU Cipta Kerja ini. Sekarang malah main drama dengan menolaknya. Coba saja dengar video seorang anggota legislatif dari Partai Demokrat Benny K. Harman ketika rapat pembahasan UU Cipta Kerja ini.

Dengan adanya demo-demo UU Cipta Kerja ini, dikhawatikrkan tercipta klaster baru penularan virus corona. Padahal kita ingat, salah satu petinggi Partai Demokrat adalah orang yang aktif berkampanye untuk melawan penyebaran virus corona.

Redaksi Minggu, 11 Oktober 2020