Results for "revisi UU KPK"
Revisi UU KPK upaya menguatkan kerja KPK


Jakarta  - Pakar Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi berpandangan bahwa revisi Undang-Undang (UU) No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK )adalah upaya menyempurnakan regulasi agar kerja KPK menjadi lebih kuat dan lebih memiliki kepastian hukum.

"Revisi UU KPK itu untuk menguatkan kerja KPK, bukannya untuk melemahkan," kata Muhammad Rullyandi pada diskusi "Menatap Pemberantasan Korupsi dengan UU Revisi" di Jakarta, Rabu.

Menurut Rullyandi yang akrab disapa Rully, revisi UU KPK yang baru disetujui DPR RI dan pemerintah menjadi UU baru pada rapat paripurna DPR RI, Selasa (16/9), masih dalam koridor ketatanegaraan.

"Dalam pandangan saya, dari aspek ketatanegaraan, revisi UU KPK ini merupakan penyempurnaan untuk penguatan kerja KPK," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Rully menjelaskan poin-poin yang menjadi substansi perubahan dalam revisi UU KPK. Beberapa poin revisi, seperti pembentukan dewan pengawas, mekanisme penyadapan, dan adanya surat penghentian penyidikan perkara (SP3), itu konstitusional. "Secara formal revisi UU KPK sah."

Ia menegaskan, penyadapan yang dilakukan oleh KPK memang harus diawasi. Pada lembaga anti korupsi di negara-negara lain, penyadapan juga diawasi, misalnya pada lembaga anti korupsi di Singapura. "Tanpa adanya izin dan pengawasan, siapa yang akan mengawasi penyadapan."

Menurut dia, pada UU KPK hasil revisi dibentuk dewan pengawas yang salah satu tugasnya memberi izin atau tidak kepada komisioner untuk melakukan penyadapan.

"Tanpa adanya pengawasan, kalau penyadapan itu disalahgunakan, siapa yang bertanggung jawab?" kata Rully.

Ia mencontohkan, dalam kasus operasi tangkap tangan terhadap mantan Ketua DPD RI Irman Gusman, dinilai cenderung bermuatan politis. "Pemberian dari seseorang kepada Pak Irman itu gratifikasi bukan penyuapan. Kalau gratifikasi, bukan pidana," katanya.

Rully juga mengomentari soal penataan kepegawaian di internal KPK. Berdasarkan putusan MK, bahwa KPK masuk dalam rumpun eksekutif, sehingga pegawainya adalah aparatur sipil negara (ASN).

Menurut dia, kelahiran KPK untuk menguatkan pemberantasan korupsi yang belum efektif dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan.

"Penyidik di KPK juga berasal dari kepolisian dan kejaksaan yang diberhentikan sementara oleh instansinya selama bertugas di KPK. KPK adalah lembaga eksekutif, tapi menjalankan fungsi pemberantasan korupsi secara independen," katanya. (PN)











Berita Kamis, 19 September 2019
Pimpinan baru KPK, DPR menduga Saut mundur karena gagal menjegal Firli

          Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu. (ANTARA News/Fathur Rochman)

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu menduga Saut Situmorang mengundurkan diri sebagai komisioner KPK karena gagal menjegal Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK periode 2019-2023.

"Mereka (Saut dan Mohammad Tsani Annafari penasihat KPK 2017-2020) yang paling getol menyerang Firli. Merasa misinya tidak berhasil,  maka mengundurkan diri," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.

Hal itu dikatakannya menanggapi langkah Saut Situmorang yang mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK periode 2015-2019 dan penasihat KPK 2017-2020 Mohammad Tsani Annafari yang juga mengundurkan diri.

Masinton menilai aktivitas kerja pimpinan KPK digaji negara sehingga harus bertindak profesional, bukan malah menyerang orang per orang.

Karena itu menurut dia, seharusnya kerja yang dilakukan pimpinan KPK dituntaskan hingga akhir masa jabatannya, bukan mundur di tengah jalan.

"Ketika keinginan mereka tidak terpenuhi lalu mengundurkan diri, seharusnya pertanggungjawabkan dong semuanya sampai selesai masa jabatan," ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem Taufiqulhadi enggan berkomentar lebih jauh terkait latar belakang mundurnya Saut dan Tsani.

Hal itu menurut dia karena tidak ada pernyataan dari yang bersangkutan terkait langkah mundur karena terpilihnya lima pimpinan KPK yang baru, termasuk mantan Deputi Penindakan KPK Irjen Pol Filir Bahuri.

"Kan tidak ada pernyataan seperti itu (mundurnya Saut karena Firli), maka saya tidak bisa menanggapi," ujarnya.

Namun dia mengkritik pengunduran diri Saut itu menandakan yang bersangkutan tidak bertanggung jawab atas kerja di KPK yang tinggal tiga bulan lagi.

Menurut Taufiqulhadi, semestinya Saut bisa bertahan menuntaskan tugasnya yang hanya tersisa tiga bulan lagi, jangan ketika mau dipilih sebagai pimpinan KPK, lalu bersemangat melakukan lobi.

Sebelumnya, Saut Situmorang mundur sebagai pimpinan KPK 2015-2019, sehari setelah DPR memilih lima orang untuk menjadi komisioner KPK 2019-2023.

"Saudara saudara yang terkasih dalam nama Tuhan yang mengasihi kita semua, izinkan saya bersama ini menyampaikan beberapa hal sehubungan dengan pengunduran diri saya sebagai pimpinan KPK-terhitung mulai Senin 16 September 2019," kata Saut melalui surat elektronik yang dikirimkan ke seluruh pegawai KPK di Jakarta, Jumat.

Selain Saut, Penasihat KPK 2017-2020 Mohammad Tsani Annafari mengajukan surat pengunduran diri sebagai pimpinan KPK sehari setelah DPR memilih lima orang untuk menjadi anggota KPK periode 2019-2023 dan Badan Legislatif (Baleg) KPK membahas revisi UU KPK dengan pemerintah.

Tsani menyampaikan pengunduran diri itu melalui surat elektronik atau "email" kepada seluruh pegawai KPK. Tsani sebelumnya sudah sempat menyatakan akan mengundurkan diri bila ada orang yang cacat etik terpilih sebagai pimpinan KPK 2019-2023.












Berita Sabtu, 14 September 2019