Results for "unram"
Gelar Diskusi Nasional, BEM Unram Kupas UU KPK

PortalNTB.com – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mataram (Unram) gelar diskusi nasional bahas undang-undang (UU) KPK. Kegiatan digelar di Ruang Sidang Senat Rektorat Unram, di Mataram, Kamis, 17 Oktober 2019.

Kegiatan diselenggarakan untuk upaya mencerdaskan publik tentang UU KPK yang baru berlaku tersebut.
Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Rektor Unram, Komandan Kodim Lombok Barat dan organisasi kepemudaan di Mataram. Kegiatan juga menghadirkan guru besar Universitas Borobudur, Prof. Dr. H. Faisal Santiago, SH., MM, dan Dosen Fakultas Hukum Unram Dr. Risnain, SH.,MH.
Presiden Mahasiswa Unram, Muhammad Amri Akbar, mengatakan banyak pro kontra tentang UU KPK, yang menyebabkan perdebatan dan perlu mencari jalan tengah dalam diskusi.
“Banyaknya kontroversi yang terjadi terhadap UU KPK, dan banyak sekali perdebatan yang terjadi di kalangan masyarakat antara pro dan kontra UU KPK. Mari kita berdiskusi agar kita tahu bagaiamana harus menyikapi UU KPK,” katanya.
Rektor Unram Prof Husni, berharap aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa menolak UU KPK dapat dialihkan ke ruang diskusi untuk mencari jalan keluar.
“Apabila masa banyak maka akan rentan untuk ditunggangi. Lebih baik membuat diskusi seperti ini pasti akan kita dukung secara penuh,” ujarnya.
UU KPK yang telah diketok oleh DPR RI akan berlaku tanpa tandatangan Presiden Jokowi setelah 30 hari. Banyak kalangan terutama mahasiswa melakukan demonstrasi  menolak UU KPK sampai mendesak Presiden untuk mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang Undang atau Perppu.
Namun, selain mengeluarkan Perppu tentu saja masih ada cara lain untuk merevisi kembali UU KPK seperti melakukan legislative review atau judicial review. Tentu saja hal ini memerlukan kajian yang komprehensif.
Prof Faisal memberikan perumpamaan kenapa UU KPK perlu direvisi. Ibarat koruptor terus ditangkap maka seharusnya korupsi akan berkurang tapi dalam realisasinya malah korupsi malah makin banyak. Itulah yang menyebabkan UU KPK harus direvisi karena ada yang salah dalam penanganan kasus korupsi oleh KPK.
“Logikanya Semakin ditangkap koruptor maka akan semakin sedikit yang korupsi. Namun realitanya semakin tinggi angka korupsi,” ujarnya.
Trend penangkapan oleh KPK adalah menangkap para pejabat politik dengan nominal korupsi yang relatif kecil di bawah Rp1 miliar. Dia memberikan contoh beberapa pimpinan partai atau bupati bahkan gubernur menjadi target dari KPK. Tentu saja jumlah uang yang di korupsi tidak terbilang besar karena melihat dari biaya politik yang sangat besar.
“Yang ditangkap oleh KPK adalah orang orang politik dengan nominal yang kecil,” katanya.
Menurut Faisal uang negara yang dikorupsi sangat sedikit kembali ke kas negara. Tentu hal ini membutuhkan pembenahan dari UU KPK. Agar uang negara yang telah diambil dapat kembali dengan jumlah semula dan pelaku korupsi dapat jera dan tidak melakukannya lagi.
“Uang negara yang dikorupsi harus dikembalikan dengan cara menyita asetnya dan dijual dengan benar,” ucapnya.
Dia mengatakan, beberapa komponen tambahan UU KPK yang baru adalah penambahan dewan pengawas bagi KPK. Dewan pengawas ini bertujuan untuk membuat kinerja KPK lebih terstruktur. Dengan membuat kinerja KPK lebih terstruktur tentu bukan untuk melemahkan KPK justru untuk menguatkannya. Pengawasan mekanisme penyadapan juga perlu di atur agar jangan sampai semua pejabat publik  disadap oleh KPK.
Hal selanjutnya dijelaskan adalah pemberian Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Apabila KPK tidak bisa mengungkap kasus korupsi dalam kurun waktu dua tahun maka KPK harus mengeluarkan SP3.
Guru Besar ini juga memberikan penjelasan jangan sampai KPK mengurusi kasus korupsi di bawah Rp1 miliar. Tentu saja jika nominal uang yang dikorupsi di bawah Rp1  miliar maka lebih baik dilimpahkan ke kepolisian. Dengan pertimbangan dana yang dimiliki untuk pemberantasan korupsi KPK lebih besar dibandingkan dengan kepolisian dan kejaksaan.
Kemudian status kepegawaian KPK yang harus dari Aparatur Sipil Negara (ASN). Dia menyebut status kepegawaian ini sangat penting karena dana yang digunakan untuk mendanai KPK berasal dari APBN.
“Diperlukan status kepegawaian yang jelas karena dibiayai oleh negara (APBN) sistem kepangkatan dan penggajiannya jelas,” ucapnya.
Dr. Risnaini selaku pembicara kedua turut memberikan pandangan ilmiah terkait UU KPK yang sudah berlaku. Dia memberikan pandangan kenapa banyak masyarakat menolak UU KPK dan mendesak Presiden untuk mengeluarkan Perpu khususnya mahasiswa. Paradigma masyarakat yang menganggap negara sedang darurat korupsi maka membutuhkan KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi.
“Kenapa publik tidak bisa menerima karena paradigma UU yang baru negara sedang baik baik saja. Dan UU KPK yang lama menetapkan negara sedang tidak baik saja,” ujarnya.
Dosen Tata Negara Fakultas Hukum Unram, Risnain menjelaskan dewan pengawas yang dibentuk akan membuat ruang gerak KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi akan dilemahkan. Karena stigma yang muncul di masyarakat setelah UU KPK dikeluarkan membuat dewan pengawas dalam mengawasi kinerja KPK sebagai institusi bukan sebagai individu. Dia menambahkan KPK lebih baik diawasi oleh lembaga eksternal seperti DPR atau pengadilan.
“Dewan pengawas mengawasi KPK sebagai institusi bukan sebagai individu,” katanya.
Lebih lanjut, Risnain mengatakan terdapat tiga langkah konstitusional yang bisa ditempuh untuk membatalkan UU KPK. Judical review, legislative review dan Perpu.
Judical review dan legislative review membutuhkan waktu yang lama untuk menuntaskan permasalahan UU KPK. Namun, selama kedua proses ini UU KPK tetap berlaku.
Judical review ditempuh melalui Mahkamah Konstitusi dan membutuhkan waktu paling cepat satu tahun. Legislative review akan dikembalikan pada DPR selaku pembuat UU. Namun, jalur ini membutuhkan politic will dari para  DPR karena tentu saja UU KPK sarat kepentingan politik.
“Proses panjang, dan tergantung politik will, dan penuh kepentingan politik,” tandasnya.
Langkah terakhir adalah presiden mengeluarkan Perpu. Perpu ini mampu langsung berlaku, namun proses untuk Perppu keluar membutuhkan situasi yang sangat genting. Kegentingan tersebut yang akan mendesak presiden mengeluarkan Perpu.
Dia menambahkan bahwa produk legislatif dan kinerja dewan sangat minim. Minim dari segi legislasi yang dihasilkan. Produk legislasi yang dihasilkan pun banyak menuai penolakan dari masyarakat.
“Ada beberapa refleksi proses legislasi kedepan yaitu minus kualitas dan kuantitas, tidak rssponsif dan populis-kontras dengan cita cita reformasi dan politik hukum nasional, dan penolakan publik masif,” pungkasnya. (PN)





Berita Sabtu, 19 Oktober 2019
Disinyalir Gemar Sebar Ujaran Kebencian Di Sosial Media Facebook, Dosen FKIP Unram Dilaporkan ke BKN
Dosen ASN Unram Muazar Habibi


PortalNTB.Com - Dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) Universitas Negeri Mataram (UNRAM) Muazar Habibi disinyalir gemar menyebarkan ujaran kebencian di media sosial. Akibat perbuatannya itu, dia dilaporkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN).


Pelaporan ini diakui Aktifis JAringan Milenial Anti Hoax (JAMAH) Pahrur Roji Al Lumbuky. Dia mengaku telah melaporkan akun facebook atas nama Muazar Habibi BKN karena disinyalir sering menyebarkan konten-konten bernada kebencian.



“Saya sudah melaporkannya, ini langsung via email” Kata Pahrur sambil menunjukkan email yang ia kirim ke Humas@bkn.go.id


Pahrur mengaku sudah lama mengamati postingan-postingan Muazar Habibi. Yang membuatnya miris, konten-konten postingan dosen yang juga mengelola sebuah lembaga pendidikan bernama Pesantren Lenterahati Islamic Boarding itu samasekali tak mencerminkan seorang Pendidik dan anggota Civitas Akademika sebuah Universitas paling besar di NTB.



“Tidak akademis, ini seperti postingan orang-orang yang tak pernah belajar di bangku kuliah” Ungkapnya



Pahrur mengaku baru terinspirasi melaporkan akun Muazar Habibi setelah beberapa hari lalu ia menerima e-flayer edaran Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang meminta masyarakat melaporkan akun-akun PNS yang suka menyebarkan hoak dan ujaran kebencian.



“Ini kesempatan yang baik untuk melaporkan akun-akun seperti itu, karena kalo dibiarkan akan semakin menjadi-jadi,” imbuhnya.



Pahrur sempat mengajak tagarnews menelusuri postingan-postingan Akun Muazar Habibie di Facebook yang dilaporkannya sebagai ujaran kebencian. Pahrur juga menunjukkan beberapa postingan Muazar yang memang menggunakan narasi-narasi yang menurutnya kurang etis.


Misalnya, pada 10 Oktober 2019 pukul 17.47 membuat postingan yang ia duga untuk mengomentari berita tertusuknya Menko Polhukam Wiranto “Hebat benar ya, ditusuk ngak ada darahnya tetapi di infus dan di kasih oksigen! Benar-benar sakti mandraguna,” katanya.


Berikutnya, masih ditanggal yang sama pukul 19.24 lagi-lagi Muazar membuat postingan: “Yang sedang dapat perawatan tusukan ngamar ngak di RS? Biaya BPJS. Segera sehat ya agar ngak jadi beban negara.”



Belum cukup Muazzar kembali menulis dilengkapi dengan video penangkapan penusuk Wiranto dan membuat caption



“Untung dia terpapar ISIS, jadi adem ngak pakai tentangan, ngak pakai pentungan bahkan ngak ada cacian. Jikalau demonstran atau alumni 212 mungkin uda jadi bubur ya.”



Pahrur menambahkan, sepertinya Muazar terus mengamati perkembangan berita-berita terkait tertusuknya Menko Polhukam sehingga status-statusnya terus negatif mengomentarinya.



Ia menunjukkan lagi satu postingan ditanggal 10 Oktober 2019 pada jam 21.39, disitu tertulis “Setelah ditusuk, siapkan api dg bahan dari arang, kemudian buat sambal kecap+kacang. Lalu hidangkan. Ingat kalau idhul adha.”



Tak hanya soal Tertusuknya Wiranto, Pahrur juga  menunjukkan postingan-postingan Muazar soal dipecatnya seorang anggota TNI karena Isterinya menyebar Hoax juga postingan yang diduga soal dukungan pada cover Tempo yang membuat Gambar bayangan Pinkokio.



“Kalau dulu sering dengar cerita pinokio anak pembohong dari patung kayu, zaman now pinokio pembohong mantan tukang kayu,” demikian Muazzar menulis di statusnya Tanggal 16 september 2019 pukul 22.53.



Yang membuat Pahrur tersinggung sehingga melaporkannya juga adalah postingan Muazar tentang Film The Santri pada 16 September 20019 Pukul 11.06. disitu Muazar menulis :



“Hati-hati Film THE SANTRI! Film yang tak patut di tonton oleh santri dan semua Muslim yang mencintai pesantren. Kisah yang menyesatkan yang di garap oleh sutradara Livi Zheng seorang non muslim yang hanya cari nafkah dengan menjual film bernafasakan Islam tetapi jauh dari peradapan Islam!"



"Kita tidak bisa menolak karya seni sesorang, tetapi kita bisa memboikot dengan tidak menontonnya serta menyerukan memboikot film the santri yang tidak mencerminkan kehidupan keIslaman dan ketawadhuan seorang santri!.



Postingannya tersebut kata Pahrur secara jelas telah menuduh film The Santri mengandung kisah menyesatkan, padahal Film The Santri sendiri belum di rilis dan belum bisa disimpulkan apakah isinya menyesatkan atau tidak.



“Sepertinya dia nonton Thrillernya, terus disana kan ada santri yang masuk gereja, mungkin itu yang dianggapnya sesat. Pasti dia itu tak pernah ngaji” Tegas Pahrur.



Bahkan, sebagai bukti postingan tersebut mengandung ujaran kebencian, dengan sengaja Muazar mencantumkan Video Ketua Tandfidziyah PBNU KH, Said Agil Sirodj.



“Kiai Said itu sangat kami hormati, dan ini membuat sebagian keluarga Nahdlatul Ulama tersinggung. Kalau sudah membuat orang tersinggung apakah bukan dinamakan Ujaran kebencian? makanya saya dan teman-teman yang lain juga ikut melaporkan” tandasnya.


Pahrur mengatakan, tidak hanya dirinya sebenarnya yang melaporkan Muazar, tapu beberapa kawannya dengan maksud agar laporan yang banyak itu segera bisa ditindaklanjuti pihak BKN di Jakarta.



Karena itu, Pahrur berharap BKN Pusat segera menindaklanjuti laporannya beserta teman-temannya ini dan segera memproses Muazar Habibi dengan statusnya sebagai PNS. Ia menyatakan kasian dengan Muazar Habibi dan kasian juga dengan mahasiswa-mahasiswa yang diajarkannya.



“Saya tak berharap dia dipecat, tapi supaya jadi pelajaran saja. Dia ini Dosen, kalo fikiran dosennya saja begitu, bagaimana dia mengajar Mahasiswanya, Kasian kan?” kata Pahrur.


Hingga berita ini ditulis belum ada konfirmasi lebih lanjut dari pihak-pihak terkait. (PN)











Berita Rabu, 16 Oktober 2019
Prof Natsir (Rektor Unram) Beri Motivasi Mahasiswa Papua Kuliah di Unram

Mataram,- Di tengah memanasnya suasana Papua yang tidak menentu akhir-akhir ini hingga menyebabkan banyak jatuh korban jiwa, Universitas Mataram (Unram) berinisiatif mengumpulkan mahasiswa Papua untuk berdiskusi tentang banyak hal.
Wakil Rektor III Unram, Prof Dr M Natsir menjelaskan, pertemuan bertajuk ‘Persiapan Menghadapi Ujian untuk Meningkatkan Prestasi Akademik dan Pembinaan Karakter’ tersebut dalam rangka memotivasi mahasiswa Papua termasuk kiat-kiat untuk berkuliah di Unram.
“Adik-adik Papua saya ajak diskusi dalam rangka pembinaan tentang kegiatan akademik mengenai kiat-kiat dan motifasi untuk mencapai sukses kuliah di Unram dan menanamkan nilai pancasila dan wawasan kebangsaan serta pentingnya persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI,” terang pria yang dikenal tegas ini, Rabu (3/10) di Ruang Sidang Senat Unram lantai 3 Rektorat.
Selain itu tambahnya, memberikan motivasi menjadi mahasiswa yang berkarakter, disiplin, taat hukum serta pentingnya persaudaraan dan gotong royong.
Diakuinya, sejumlah mahasiswa yang berasal dari matahari terbit tersebut berkeinginan untuk tinggal di asrama mahasiswa.
“Mereka merespon dengan baik bahkan ada 16 orang (mahasiswa) siap tinggal di asrama Unram,” akunya ditemani Kabag Kemahasiswaan, Zainal Abidin, SH., M.Si bersama Ketua Ikatan Mahasiswa Papua (Imapa), Dedy Solly Yesnat.
Pihak Unram juga siap memberi ruang berolahraga kepada mereka sesuai bakat dan minatnya masing-masing seperti di bidang sepak bola, volly ball, basket dan sejumlah minat lainnya.
Selain itu, ketua Rukun Keluarga Bima (RKB) Pulau Lomnok ini juga mengingatkan, agar hati-hati dengan provokatar melalui medsos, berita-berita bohong atau hoax yang dapat mengganggu proses belajar mereka.
Pertemuan tersebut berlangsung khidmat dan kekeluargaan, di sesi terakhir terlihat mereka berfoto bersama mengabadikan momen tersebut. (PN)





Berita Kamis, 03 Oktober 2019